Prospek pasar mobil listrik murni (battery electric vehicle/BEV) mengalami tantangan signifikan setelah kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mencabut mandat kendaraan listrik. Mandat ini sebelumnya ditetapkan oleh mantan Presiden Joe Biden untuk mendorong adopsi kendaraan elektrifikasi yang lebih luas. Keputusan ini menyebabkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri otomotif, karena mendukung kembali penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil akan memperlambat transisi menuju energi terbarukan.
Trump berpendapat bahwa mandat terkait kendaraan listrik tidak sejalan dengan kepentingan industri otomotif AS yang saat ini masih sangat bergantung pada kendaraan berbasis mesin pembakaran internal (internal combustion engine/ICE). Dalam upayanya untuk mendukung sektor energi tradisional, Trump juga menyatakan niat untuk meningkatkan produksi minyak dan gas domestik. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan usaha pengembangan kendaraan listrik di AS.
Yannes Martinus Pasaribu, seorang pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menjelaskan bahwa meskipun langkah Trump tersebut berpotensi mempengaruhi pasar BEV secara global, dampaknya tidak akan sekuat di masa lalu ketika AS memegang posisi dominan sebagai pasar otomotif terbesar. Yannes menekankan beberapa poin penting terkait dampak kebijakan ini:
-
Bergeser ke Asia: Dominasi pasar otomotif kini beralih ke Asia, khususnya dengan munculnya BRICS sebagai pusat pertumbuhan baru. Hal ini membuat pasar BEV akan semakin tersentralisasi di kawasan tersebut, dan negara-negara luar harus beradaptasi dengan perubahan tersebut.
-
Pasar Indonesia: Indonesia dapat memposisikan diri sebagai basis produksi BEV untuk pasar ASEAN dan BRICS. Dengan populasi besar dan permintaan tinggi untuk kendaraan listrik, Indonesia berpotensi menjadi kekuatan baru dalam ekspor BEV.
-
Infrastruktur Pengisian Daya: Meskipun terdapat kebijakan yang tidak mendukung kendaraan listrik di AS, China dan negara Eropa diprediksi akan terus membangun infrastruktur pengisian daya untuk kendaraan listrik, mendorong pertumbuhan pasar di wilayah tersebut.
-
Kendala di Pasar AS: Produk BEV yang diproduksi di AS, seperti Tesla, hanya fokus pada segmen upper class, sementara permintaan terbesar berada pada segmen middle-low yang masih didominasi oleh produk dari negara lain.
- Proyeksi Pertumbuhan: Riset dari S&P Global Mobility memproyeksikan bahwa penjualan global untuk BEV akan meningkat 30% hingga mencapai 15,1 juta unit pada 2025. Di sisi lain, pangsa pasar BEV diperkirakan naik menjadi 16,7% pada tahun depan, dibandingkan dengan 13,2% pada 2024.
China diprediksi akan tetap menjadi pemimpin dalam adopsi kendaraan listrik dengan ekspektasi menguasai hampir 30% pangsa pasar global BEV pada 2025. Peningkatan tahunan sebesar 20% diperkirakan akan terjadi di China, menunjukkan bahwa permintaan kendaraan listrik masih sangat kuat meskipun ada pergeseran kebijakan di AS.
Dengan konteks ini, pelaku industri otomotif dan produsen kendaraan listrik harus segera beradaptasi dengan kebijakan dan dinamika pasar yang terus berubah. Kesempatan untuk tumbuh dan memperkuat posisi di pasar kendaraan listrik global berada di depan mata, terutama dengan potensi kolaborasi antara negara-negara yang sedang berkembang dan komitmen terhadap keberlanjutan.