Gaikindo Ungkap Produsen Mobil China Belum Investasi Pabrik di RI

Pemerintah Indonesia tengah menarik perhatian produsen mobil dari China untuk berinvestasi dan membangun pabrik di Tanah Air. Namun, hingga saat ini, beberapa merek otomotif asal Negeri Tirai Bambu tersebut belum mengambil langkah signifikan untuk mendirikan fasilitas produksi secara mandiri. Sebagian besar dari mereka masih mengandalkan fasilitas perakitan yang dimiliki oleh perusahaan lain, alias general assembler.

Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), menjelaskan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membangun pabrik baru cukup lama, yakni antara 1,5 hingga 2 tahun. Hal ini membuat merek-merek dari China lebih memilih untuk menumpang di fasilitas yang sudah ada, seperti di PT Handal Indonesia Motor (HIM) yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat. Beberapa nama besar seperti Geely, Jetour, Chery, dan Neta adalah contoh produsen yang saat ini memanfaatkan fasilitas perakitan tersebut.

Brand-brand utama tersebut masih berusaha memperkenalkan produk mereka ke konsumen Indonesia dengan harapan dapat meningkatkan volume penjualan. Menurut Kukuh, pendekatan ini lebih cepat dibandingkan menunggu pembangunan pabrik yang memakan waktu. “Begitu pakai general assembler, dalam waktu yang relatif lebih singkat dia bisa [produksi],” ungkap Kukuh.

Di sisi lain, ada beberapa produsen mobil asal China yang telah mengambil langkah lebih maju dengan membangun pabrik sendiri, seperti BYD yang berlokasi di Subang, serta Wuling dan Aion yang mengoperasikan pabrik di Cikarang dan Cikampek, Jawa Barat. Pabrikan-pabrikan ini terlihat lebih optimis dalam memenuhi ketentuan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), di mana mereka berupaya untuk mendapatkan insentif dari pemerintah.

Berbagai insentif telah ditawarkan oleh pemerintah untuk mendorong investasi di sektor otomotif, terutama bagi produsen mobil listrik. Tahun ini, pemerintah memberikan insentif PPN DTP sebesar 10% untuk mobil listrik yang diproduksi di dalam negeri dengan syarat TKDN minimum 40%. Selain itu, ada juga kebijakan pembebasan bea masuk dan PPnBM bagi produsen yang berkomitmen untuk membangun pabrik di Indonesia.

Rincian insentif ini diharapkan dapat menarik lebih banyak pelaku industri otomotif untuk berinvestasi lebih jauh di Indonesia. “Kalau nanti volumenya naik, tinggal timbang-timbang untuk investasi. Karena industri otomotif kan investasi jangka panjang. Nah, itu yang kita harapkan kebijakan pemerintah sifatnya jangka panjang, bukan dadakan semua,” tambah Kukuh.

Sebagai tambahan, insentif untuk mobil listrik akan tetap ada hingga 2025, dengan penambahan insentif untuk kendaraan hibrida. Strategi jangka panjang ini diharapkan dapat memberikan kepastian bagi investor dan menciptakan ekosistem industri otomotif yang lebih berkelanjutan di Indonesia.

Dengan potensi pasar otomotif Indonesia yang terus berkembang dan dukungan dari pemerintah, banyak yang berharap produsen mobil asal China dapat segera mengambil langkah konkret untuk membangun pabrik di Indonesiam, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di sektor ini. Upaya komunikasi dan kerjasama antara pemerintah dan pengusaha otomotif menjadi kunci untuk merealisasikan visi ini.

Exit mobile version