Kilang Pertamina Internasional (KPI) yang berlokasi di Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah, sedang mempersiapkan diri untuk memproduksi bioavtur yang menggunakan bahan baku dari minyak jelantah. Proses ujicoba ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi penggunaan bahan bakar ramah lingkungan di sektor aviasi. Direktur Utama KPI, Taufik Aditiyawarman, menekankan bahwa penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku alternatif untuk bioavtur dan biodiesel adalah langkah strategis.
Ia menjelaskan, "Nantinya Kilang Pertamina Cilacap segera memproduksi bioavtur dengan bahan baku alternatif yakni minyak jelantah. Produk yang dihasilkan adalah bioavtur 3.0 dengan 3% dari minyak jelantah." Hal ini menjadikan Cilacap sebagai salah satu lokasi strategis dalam pengembangan biofuel di Indonesia.
Beberapa poin penting tentang produksi bioavtur di Kilang Cilacap adalah sebagai berikut:
-
Sertifikasi Internasional: KPI telah memperoleh International Sustainability Carbon Certification (ISCC) untuk CORSIA dan Uni Eropa, memastikan bahwa produk SAF yang dihasilkan memenuhi persyaratan keberlanjutan global.
-
Target Produksi: Kilang Cilacap menargetkan kapasitas produksi mencapai 9 ribu barel per hari, dengan kebutuhan 42,9 ribu liter minyak jelantah setiap harinya.
-
Ekonomi Sirkular dan Pengurangan Emisi: Proyek ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060, serta mendukung ekonomi sirkular melalui pemanfaatan limbah.
-
Kolaborasi Teknologi: Dalam pengembangan produk SAF, KPI bermitra dengan PT Katalis Sinergi Indonesia untuk menghasilkan katalis yang dapat memproduksi SAF dari minyak jelantah.
- Partisipasi Masyarakat: Masyarakat Cilacap telah menunjukkan antusiasme dengan mulai mengumpulkan minyak jelantah. Salah satu inisiatif dari Bank Sampah Beo Asri adalah mengumpulkan minyak dari 70 warga, yang sudah mendonasikan total 100 kg minyak jelantah.
Taufik lebih lanjut menjelaskan bahwa proyek pengembangan bioavtur merupakan bagian dari inisiatif yang lebih luas untuk mendukung transisi dalam memasuki era ekonomi berkelanjutan. "Dengan SAF, kita tidak hanya mengurangi emisi karbon di sektor aviasi, tetapi juga menggerakkan ekonomi sirkular melalui pemanfaatan limbah seperti minyak jelantah," tuturnya.
Namun, dalam pengembangan produk SAF ini, KPI akan menghadapi berbagai tantangan. Taufik menggarisbawahi pentingnya memastikan ketersediaan bahan baku, pengembangan teknologi yang efisien, serta penerimaan produk di pasar global. Selain itu, KPI menyadari adanya potensi kompetisi baru dalam industri SAF yang sedang berkembang.
Kilang Cilacap menjadi pelopor dalam memproduksi bahan bakar ramah lingkungan berbasis minyak jelantah, dan telah menunjukkan komitmen yang kuat untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi hijau di Indonesia. Dalam menghadapi tantangan yang ada, KPI tetap optimis bahwa langkah-langkah strategis yang diambil akan memfasilitasi pengembangan SAF secara berkelanjutan, serta memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan.