Masyarakat Indonesia semakin terjaga kesadaran keuangannya, seiring dengan meningkatnya ketatnya regulasi dan fasilitas pemberian akses keuangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pengetatan ini turut memberikan implikasi signifikan bagi industri pinjaman daring, yang kini dikenal sebagai pindar (pinjaman daring).
Banyak individu di Indonesia, khususnya mereka yang tidak terjangkau oleh layanan bank, mencari alternatif dalam pendanaan untuk memenuhi kebutuhan finansial jangka pendek. Menurut Riset EY dalam studi MSME Market Study and Policy Advocacy, potensi kredit macet (credit gap) di Indonesia diproyeksi meningkat menjadi Rp2.400 triliun pada 2026. Situasi ini menciptakan tantangan yang mendesak, namun juga membuka peluang besar bisnis bagi pemangku kepentingan untuk memberikan akses keuangan yang lebih baik.
Industri pindar dihadirkan sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan ini, terutama bagi masyarakat yang termasuk dalam kategori unbanked dan underserved. Berfungsi di luar ekosistem keuangan formal, pindar memberikan peluang bagi banyak orang untuk belajar mengelola keuangan mereka dengan memberikan pendanaan kecil dan tenor pendek.
Per September 2024, industri pindar telah berhasil menyalurkan dana sebesar Rp978,4 triliun kepada lebih dari 137,35 juta peminjam. Hal ini menunjukkan betapa besar dampak yang bisa dihadirkan, tetapi juga menunjukkan bahwa pengawasan dan regulasi yang ketat sangat dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Sejalan dengan pengetatan regulasi tersebut, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyambut baik kebijakan terbaru OJK mengenai pembatasan suku bunga dan pengaturan batas usia bagi para pemberi dan penerima dana. Kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas pendanaan dan menghadirkan ekosistem yang lebih sehat serta berkelanjutan.
Dalam keterangan lebih lanjut, Ketua Umum AFPI, Entjik S Djafar, menegaskan bahwa mereka berkomitmen untuk memastikan pelaksanaan praktik bisnis yang sehat dan tidak akan menyalahgunakan relaksasi kebijakan. Langkah-langkah yang diambil mencakup beberapa aspek penting:
1. Mendorong pertumbuhan industri yang positif untuk mendukung perekonomian nasional.
2. Meningkatkan kapasitas penyelenggara pindar dalam manajemen risiko dan tata kelola.
3. Memastikan praktik bertanggung jawab untuk melindungi konsumen dan mengurangi dampak negatif dari layanan.
Dengan upaya ini, industri pindar bertekad untuk memberikan kontribusi lebih besar bagi perekonomian Indonesia, sembari tetap memperhatikan perlindungan hak-hak konsumen dalam ekosistem yang terus berkembang dan semakin ketat ini.