Jakarta, Cung Media – Dalam era digital saat ini, layanan fintech lending atau yang dikenal dengan sebutan pindar menjadi pilihan bagi banyak orang dalam mencari dana. Namun, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengingatkan masyarakat bahwa pindar bukanlah jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan finansial.
Ketua Umum AFPI, Entjik S Djafar, dalam sebuah konferensi pers menyatakan, "Pindar dirancang untuk membantu masyarakat mengakses pendanaan dengan transparansi dan akuntabilitas. Namun, tanpa literasi keuangan yang memadai dan kesadaran yang baik, layanan ini bisa disalahgunakan atau menjadi beban yang sulit dikelola." Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya pendidikan keuangan di kalangan pengguna yang ingin memanfaatkan layanan tersebut.
Berbagai faktor yang melatarbelakangi pentingnya literasi keuangan ini antara lain:
-
Ketidakpahaman terhadap Risiko: Banyak pengguna yang tidak menyadari risiko terkait dengan pinjaman daring ini. Entjik menekankan bahwa pemahaman yang kurang dapat mengakibatkan keputusan yang tidak bijak.
-
Perbedaan antara Kebutuhan dan Keinginan: Sering kali, pengguna terjebak dalam pola pikir yang mengacaukan pemisahan antara kebutuhan mendesak dan keinginan konsumtif. Hal ini berpotensi membuat mereka mengambil pinjaman untuk hal yang tidak benar-benar diperlukan.
-
Perencanaan Keuangan yang Buruk: Banyak individu tidak melakukan perhitungan matang mengenai penghasilan dan kemampuan membayar cicilan, yang berujung pada masalah utang yang menumpuk.
- Tekanan Ekonomi: Dalam situasi ekonomi yang sulit, pengguna mungkin mengabaikan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan yang baik, sehingga semakin berisiko dalam mengambil pinjaman.
AFPI berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat agar dapat menggunakan pindar secara bertanggung jawab. Melalui program pendidikan keuangan, mereka ingin membantu masyarakat memahami cara mengelola keuangan dengan baik, mengenali risiko pinjaman, dan membedakan layanan legal seperti pindar dari yang ilegal.
Dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga diharapkan dapat memperkuat aturan yang ada, memastikan bahwa layanan pindar tidak hanya aman, tetapi juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk memastikan bahwa penagihan di pindar berjalan sesuai dengan norma etik, AFPI juga aktif memberikan pelatihan kepada tenaga penagih. Hingga kini, sebanyak 21.622 tenaga penagih telah dilatih untuk mengikuti praktik penagihan yang lebih manusiawi.
Entjik menambahkan, "Kami ingin masyarakat memahami bahwa layanan pindar adalah alat bantu yang harus digunakan secara bijaksana. Dengan edukasi dan kesadaran yang lebih baik, masyarakat dapat menghindari beban finansial yang berlebihan."
Dalam konteks ini, masyarakat dituntut untuk lebih selektif dan bijak dalam mengambil keputusan keuangan. Memanfaatkan pindar seharusnya bukan dianggap sebagai jalan pintas, tetapi sebagai alternatif yang harus dikelola dengan cermat dan penuh pertimbangan. Oleh karena itu, setiap individu perlu memiliki pemahaman mendalam mengenai kemampuan membayar kembali pinjaman dan disiplin dalam merencanakan keuangan di masa depan. Dengan pendekatan yang tepat, layanan pindar dapat menjadi solusi yang bermanfaat bagi masyarakat, bukan sebuah jebakan finansial.