Pelarangan TikTok di Amerika Serikat dapat berpotensi meningkatkan nilai tawar Indonesia sebagai pasar bagi aplikasi tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT sekaligus pengamat ekonomi digital, dalam sebuah wawancara. Dia menjelaskan bahwa larangan tersebut harus dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia untuk mendorong TikTok agar berkontribusi lebih besar terhadap pengembangan talenta digital serta infrastruktur digital di Tanah Air.
Heru mengungkapkan, “Kita perlu mendorong TikTok agar membantu pengembangan talenta digital dan membuat aturan terkait usia pengguna TikTok. Termasuk juga investasi TikTok di Indonesia.” Pernyataan ini muncul di tengah fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu pengguna TikTok terbesar di dunia. Menurut data Statista, per Juli 2024, jumlah pengguna TikTok di Indonesia mencapai 157,6 juta.
Selain itu, Heru menegaskan pentingnya memanfaatkan momentum ini mengingat kontribusi TikTok dalam bisnis e-commerce. TikTok Shop, misalnya, memiliki nilai penjualan bruto (gross merchandise value – GMV) yang diperkirakan mencapai US$32,6 miliar atau sekitar Rp 528,12 triliun. E-commerce TikTok ini menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, dan Amerika Serikat menjadi penyumbang terbesar GMV TikTok Shop dengan nilai mencapai US$9 miliar pada tahun 2024, mengalami lonjakan 650% dibandingkan tahun sebelumnya. Indonesia menempati posisi kedua dengan nilai GMV mencapai US$6,198 miliar, tumbuh 39% dari tahun sebelumnya.
Adanya larangan ini berpotensi mengalihkan perhatian dari pasar AS, yang sebelumnya menjadi andalan TikTok, ke Indonesia. Heru mencatat bahwa pemerintah Indonesia menunjukkan sikap positif terhadap keberadaan platform ini, serta peraturan yang tidak terlalu rumit di Indonesia memberikan kesempatan bagi TikTok untuk tumbuh lebih besar. “Apalagi, banyak orang Indonesia senang menonton dan membagikan konten Youtube (di TikTok),” lanjutnya.
Walaupun TikTok mengalami pemblokiran di AS, aplikasi tersebut sedang dalam proses pemulihan akses layanannya setelah pernyataan Presiden terpilih Donald Trump. Di saat yang sama, TikTok telah mengeluarkan pernyataan kepada pengguna di AS bahwa mereka dapat kembali mengakses platform tersebut.
Situasi ini menunjukkan adanya ketidakpastian dalam hubungan AS-China, di mana TikTok sering diasosiasikan dengan risiko penyalahgunaan data oleh perusahaan induknya, ByteDance. Pejabat AS memperingatkan potensi penyalahgunaan data pribadi pengguna. Namun, dengan skala pengguna dan pertumbuhan bisnis yang kuat di Indonesia, Heru percaya bahwa negara ini dapat meningkatkan daya tawarnya jika TikTok benar-benar dilarang di AS.
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini, perlu mengambil langkah strategis untuk menjamin agar TikTok semakin berkomitmen dalam berinvestasi dan berkontribusi terhadap ekosistem digital di Indonesia. Selain itu, keberadaan TikTok di Indonesia, sebagai platform yang sudah terintegrasi dalam kehidupan digital masyarakat, dapat dioptimalkan untuk mendukung perkembangan ekonomi digital nasional. Dengan demikian, pelarangan TikTok di AS bukan hanya berimbas pada pasar di sana, tetapi juga menciptakan peluang emas bagi Indonesia untuk menjadi pusat pengembangan digital yang lebih terintegrasi dan berdaya saing.