Teknologi

Penelitian Baru: Prediksi Flare Matahari Lewat Kedipan Plasma!

Penelitian baru yang diterbitkan dalam Astrophysical Journal Letters mengungkap kemampuan untuk memperkirakan ledakan matahari (flare) lebih awal, melalui pengamatan kedipan plasma yang terjadi pada permukaan matahari. Para peneliti menemukan bahwa sinaran plasma yang membentuk loop di permukaan matahari menunjukkan kedipan beberapa jam sebelum melepaskan flare yang berpotensi berbahaya. Penemuan ini diharapkan dapat meningkatkan akurasi prakiraan cuaca luar angkasa.

Flare matahari merupakan ledakan kekerasan radiasi elektromagnetik yang terjadi ketika garis medan magnet di permukaan matahari mengalami perubahan. Ledakan ini sering terjadi di sekitar bintik matahari, mengangkat plasma ke dalam bentuk loop korona yang berkilau sebelum akhirnya meledak. Akibat dari flare ini bisa berbahaya, mengirimkan gelombang radiasi ke Bumi yang dapat menyebabkan pemadaman radio dan lontaran massa koronal (CME) yang bisa menimbulkan badai geomagnetik.

Dalam penelitian yang dilakukan, para ilmuwan menganalisis gambar multi-wavelength dari 50 flare matahari yang diambil oleh Observatorium Dinamika Matahari NASA (SDO). Mereka menemukan bahwa loop korona mengeluarkan kilatan cahaya ultraviolet tak terlihat beberapa saat sebelum terjadinya flare. Emily Mason, penulis bersama studi tersebut, menyatakan bahwa hasil penelitian ini krusial untuk memahami flare dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan prediksi cuaca luar angkasa yang berbahaya.

Para peneliti menemukan bahwa kedipan tersebut dapat “menandakan datangnya flare dua hingga enam jam sebelumnya dengan akurasi 60% hingga 80%.” Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan metode prediksi cuaca luar angkasa yang ada saat ini. Semakin kuat kedipan yang terdeteksi, semakin besar kemungkinan flare yang akan datang. Namun, meskipun hasil ini menjanjikan, tim penelitian menegaskan perlunya lebih banyak pengamatan untuk mengonfirmasi hubungan ini.

Saat ini, matahari sedang dalam fase maksimum aktivitas, yang berarti banyak data yang tersedia untuk penelitian selanjutnya. Namun, para ilmuwan mengakui tantangan dalam memprediksi aktivitas matahari. Misalnya, puncak maksimum matahari saat ini datang lebih awal dan lebih aktif dari yang diperkirakan.

Ketidakpastian dalam memprediksi lokasi dan waktu flare dapat menyebabkan masalah yang serius, seperti hilangnya beberapa pesawat ruang angkasa pada bulan-bulan terakhir akibat badai matahari yang tidak terduga. Selain itu, gangguan pada sistem GPS dan infrastruktur berbasis darat juga menjadi dampak nyata dari badai geomagnetik.

Dengan metode baru yang memperhitungkan keunikan setiap flare matahari, diharapkan para peneliti dapat memberikan peringatan lebih awal mengenai aktivitas berbahaya. “Setiap flare matahari itu seperti kepingan salju — setiap flare itu unik,” ungkap Kara Kniezewski, penulis utama studi dan mahasiswa pascasarjana di Air Force Institute of Technology.

Dengan temuan ini, diharapkan kita dapat meningkatkan keamanan infrastruktur penting serta membantu para pecinta aurora untuk mendapatkan peluang lebih baik untuk melihat fenomena alam yang menakjubkan ini. Meskipun masih diperlukan penelitian lanjut, langkah maju dalam kemampuan prediksi flare matahari dapat menjawab tantangan cuaca luar angkasa yang kian kompleks.

Rizky Maulana adalah penulis di situs cungmedia.com. Cung Media adalah portal berita dan media online yang menyajikan informasi terkini, menarik, dan viral seputar peristiwa lokal hingga nasional dengan gaya yang informatif dan mudah diakses.

Berita Terkait

Back to top button