San Jose – Dalam era digital saat ini, fenomena kecerdasan buatan (AI) mulai menjadi semakin umum, mirip dengan bagaimana orang-orang awalnya merasa kagok saat menggunakan smartphone. Proses adaptasi ini diharapkan akan membawa AI menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, sebagaimana terjadi pada teknologi smartphone di masa lalu.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Symmetry, diketahui bahwa saat ini sekitar 27% orang telah mulai beradaptasi menggunakan AI. Penggunaan AI tertinggi berasal dari pengguna smartphone yang mencapai 55%, diikuti dengan PC (38%), wearable (25%), dan tablet (24%). Sementara itu, ada 15% responden yang menyatakan tidak mengeksplor penggunaan AI. Data ini menunjukkan bahwa smartphone menjadi perangkat utama dalam memperkenalkan pengguna pada teknologi AI.
Dr. Chris Brauer, dari University of London dan Chief Innovation Officer Symmetry, menjelaskan bahwa dalam enam bulan terakhir, terjadi perubahan signifikan dalam penggunaan AI di perangkat smartphone dan lainnya. “Setengah dari penggunaan AI berasal dari smartphone,” ujarnya dalam acara Tech Forum Samsung Galaxy AI pada Kamis lalu di San Jose, Amerika Serikat. Hal ini menandakan adanya minat dan ketertarikan masyarakat yang meningkat terhadap teknologi AI.
Melihat kembali ke tahun 2008-2009, tahap awal adopsi smartphone menunjukkan bahwa banyak orang merasa ragu dan tidak paham akan manfaatnya. Namun, seiring waktu, smartphone berhasil merevolusi cara kita berkomunikasi. “Kita telah belajar banyak dari revolusi teknologi itu, membantu orang untuk memahami bagaimana ponsel memberikan nilai tambah bagi kehidupan sehari-hari,” tambah Dr. Brauer.
Sameer Samat, Presiden Android Ecosystem di Google, menambahkan bahwa banyak pengguna saat ini masih belum sepenuhnya memahami konsep AI dan menganggapnya terlalu rumit. “Ini adalah transisi yang alami. Ketika kasus penggunaan AI menjadi jelas, pengguna akan mulai merasa nyaman,” ujarnya. Ia mengambil contoh sederhana dari penggunaan teknologi Corning Glass yang saat ini banyak digunakan untuk melindungi layar smartphone.
Samat juga membagikan pengalaman pribadi mengenai kemudahan penggunaan AI di Samsung. Ia menceritakan betapa mudahnya menambahkan jadwal pertandingan olahraga hanya dengan perintah suara, yang menghemat waktu dibandingkan dengan memasukkan informasi secara manual. “Contoh ini menunjukkan betapa AI dapat mempermudah aktivitas sehari-hari kita,” ujarnya.
Dari pendapat Samat, tidak hanya orang dewasa yang dapat memanfaatkan AI, tetapi juga generasi muda. Ia menggambarkan bagaimana anaknya yang berusia 14 tahun memanfaatkan AI untuk membantu cara mencuci baju dengan hanya mengunggah gambar cucian kotornya untuk mendapatkan jawaban tentang pengaturan mesin cuci yang tepat. Tindakan ini mungkin terlihat sederhana namun menunjukkan bagaimana teknologi dapat menjadi alat pembelajaran dan dukungan bagi generasi muda.
Dalam perspektif yang lebih luas, adaptasi AI berpotensi mengubah cara kita menjalani kehidupan sehari-hari, menyerupai fenomena adopsi smartphone yang pernah terjadi. Dengan meningkatnya penggunaan AI di banyak perangkat, masa depan tampak menjanjikan saat teknologi ini menjadi hal yang biasa dan diterima dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan mindset ini akan mempercepat integrasi AI dan membantu masyarakat memaksimalkan manfaat dari teknologi yang ada.