Teknologi

Bahaya Deepfake Suara: Ancaman Terhadap Keamanan Informasi

Jakarta, Cung Media – Deepfake suara diprediksi akan menjadi salah satu ancaman siber paling signifikan di tahun 2025. Menurut Steven Scheurmann, Regional Vice President Palo Alto Networks ASEAN, ancaman ini lebih menonjol dibandingkan dengan deepfake berbasis video. Ia menjelaskan bahwa pola pikir peretas cenderung memilih metode yang paling mudah untuk meraih keuntungan, sehingga deepfake suara menjadi pilihan yang lebih praktis.

Deepfake, yang merupakan pengeditan menggunakan kecerdasan buatan (AI), kini berkembang dengan pesat. Dengan teknologi AI generatif yang semakin maju, manipulasi suara menjadi lebih mudah dilakukan. Proses pengambilan suara dari individu yang sering tampil di publik membuat peretas dapat menciptakan deepfake suara yang hampir tidak dapat dibedakan dari aslinya. “Data suara tersebut kemudian digunakan untuk menciptakan deepfake yang sangat realistis,” ungkap Scheurmann.

Berikut adalah beberapa ciri bahaya deepfake suara:

  1. Mudah Diproduksi: Seiring dengan kemajuan teknologi, deepfake suara dapat dibuat dengan cepat dan efisien, menggunakan data yang sudah tersedia secara publik.

  2. Sangat Meyakinkan: Deepfake suara yang dihasilkan sangat realistis, sehingga sulit untuk mengenali yang mana yang asli dan yang mana yang telah dipalsukan.

  3. Peluang Penipuan: Dalam konteks keuangan, deepfake suara dapat digunakan untuk penipuan yang berujung pada kerugian finansial. Peretas bisa membuat panggilan menggunakan suara yang menyerupai atasan untuk meminta transfer dana.

  4. Ekspansi dalam Serangan Phishing: Serangan phishing juga semakin canggih. Email yang menggunakan deepfake suara bisa menyerupai suara pimpinan atau kolega, membuat target lebih mudah terjebak.

  5. Mengancam Keamanan Data: Mengingat bahwa deepfake suara dapat membahayakan keamanan data perusahaan, pendekatan yang lebih menyeluruh dalam keamanan siber menjadi sangat penting.

Arthur Siahaan, Technical Solutions Manager dalam perusahaan yang sama, menambahkan bahwa penggunaan teknologi AI generatif tidak hanya memengaruhi suara, tetapi juga membantu dalam menciptakan email atau pesan yang terlihat sangat meyakinkan. Para pengguna yang tidak memiliki latar belakang IT rentan untuk tertipu oleh teknik ini. “Hal ini tentu menjadi tantangan bagi pengguna non-IT untuk bisa membedakan mana yang asli dan mana yang bukan,” kata Siahaan.

Untuk mengatasi ancaman ini, Siahaan merekomendasikan pendekatan keamanan yang lebih komprehensif. Perlindungan yang hanya mengandalkan sistem seperti firewall tidaklah cukup. Dibutuhkan platform keamanan terpadu yang mampu mendeteksi dan merespons ancaman dengan lebih cepat. "Kita perlu membangun sistem yang tidak hanya mendeteksi ancaman, tetapi juga mendeteksi lebih cepat agar bisa mengambil langkah preventif," imbuhnya.

Tak hanya itu, edukasi terhadap pengguna juga dianggap kunci untuk menghadapi serangan berbasis deepfake. Dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang teknologi ini, diharapkan pengguna dapat lebih waspada dan tidak mudah menjadi korban penipuan yang memanfaatkan deepfake suara.

Menyongsong tahun 2025, berbagai upaya untuk meningkatkan keamanan siber dan edukasi pengguna akan sangat dibutuhkan untuk menghadapi bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi ini. Meski inovasi teknologi memberikan banyak manfaat, penggunaan yang tidak bertanggung jawab bisa menimbulkan risiko yang besar bagi individu maupun institusi.

Rizky Maulana

Rizky Maulana adalah penulis di situs cungmedia.com. Cung Media adalah portal berita dan media online yang menyajikan informasi terkini, menarik, dan viral seputar peristiwa lokal hingga nasional dengan gaya yang informatif dan mudah diakses.

Artikel Terkait

Back to top button