Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, meminta Mahkamah Agung untuk menunda penerapan undang-undang yang dapat melarang TikTok jika perusahaan induknya, ByteDance dari China, tidak melakukan penjualan. Dalam permohonan ini, Trump menginginkan waktu pasca pelantikannya pada 20 Januari untuk mencari solusi yang dinegosiasikan atas kontroversi mengenai platform media sosial ini. Permintaan tersebut disampaikan pada 28 Desember 2024 melalui laporan Bloomberg.
Trump menekankan bahwa undang-undang yang mulai berlaku pada 19 Januari itu menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kebebasan berbicara, meskipun ia tidak memberi tanggapan langsung mengenai konstitusionalitas dari regulasi tersebut. “Hanya saya yang memiliki keahlian dalam membuat kesepakatan yang perfect dan kemauan politik untuk menyelesaikan isu ini,” ungkapnya kepada hakim. Namun, Trump juga tidak memberikan rincian spesifik mengenai kesepakatan yang ingin dia capai atau berapa lama penundaan yang diperlukan.
Mahkamah Agung segera mengatur jadwal pengkajian yang intensif untuk kasus ini, dengan argumen dijadwalkan pada sesi khusus 10 Januari, hanya sedikit lebih dari seminggu sebelum undang-undang itu akan diterapkan. Dalam kasus ini, terdapat pertentangan antara hak-hak Amandemen Pertama perusahaan dan pengguna, serta kekhawatiran mengenai keamanan nasional yang diangkat oleh pemerintah.
Dalam konteks ini, pihak pemerintahan Biden melalui Departemen Kehakiman menekankan bahwa kontrol China atas TikTok berpotensi menimbulkan ancaman serius terhadap keamanan nasional. Jaksa Agung AS, Elizabeth Prelogar, dalam pernyataannya mengungkapkan, “TikTok mengumpulkan data sensitif dari jutaan orang Amerika dan dapat menjadi alat untuk operasi pengaruh rahasia oleh kekuatan asing.”
Sementara itu, TikTok berargumen bahwa Kongres tidak mempertimbangkan alternatif selain pelarangan platform tersebut. Dalam argumennya, TikTok mengingatkan bahwa “Sejarah dan preseden menunjukkan bahwa larangan berbicara harus menjadi pilihan terakhir ketika keamanan nasional menjadi pertimbangan,” menyoroti pentingnya pengawasan legislatif dalam pengambilan keputusan yang dapat memengaruhi kebebasan berekspresi.
Konflik ini mencerminkan dinamika yang kompleks antara regulasi media sosial dan isu keamanan nasional. Ada sejumlah poin penting dalam situasi ini yang perlu dicermati:
1. Pengaruh keamanan nasional: Pemerintah mengklaim bahwa data yang dibagikan oleh pengguna TikTok berpotensi disalahgunakan oleh pemerintahan asing.
2. Kebebasan berekspresi: Pertanyaan mendasar mengenai pelarangan media sosial berseberangan dengan hak atas kebebasan berbicara, yang dijamin oleh Amandemen Pertama.
3. Kesepakatan potensial: Trump menawarkan untuk mencari solusi negosiasi yang mungkin menarik untuk semua pihak, tetapi detail spesifik mengenai kesepakatan ini masih belum jelas.
4. Pengawasan hukum: Proses hukum di Mahkamah Agung menunjukkan bahwa masalah ini akan ditangani dengan seksama, memperhatikan kepentingan publik dan keamanan nasional.
Seiring dengan perkembangan situasi ini, penting untuk memperhatikan bagaimana keputusan Mahkamah Agung akan memengaruhi masa depan TikTok dan bagaimana hal ini dapat membawa perubahan signifikan dalam regulasi media sosial di AS. Pembahasan ini juga menunjukkan kompleksitas yang dihadapi oleh platform-platform digital dalam menavigasi antara kepentingan komersial dan tanggung jawab terhadap privasi dan keamanan pengguna.