Teknologi

80% Perusahaan Kini Tertekan Biaya Keamanan Siber, Apa Solusinya?

Dalam era digital yang semakin kompleks, 80% perusahaan kini menghadapi tekanan untuk menekan biaya keamanan siber. Riset terbaru dari Institute for Business Value (IBV), yang dilakukan bekerja sama dengan Palo Alto Networks, mengungkapkan bahwa organisasi yang disurvei mengelola rata-rata 83 solusi keamanan yang berbeda dari 29 vendor. Hal ini menunjukkan meningkatnya kompleksitas dalam lingkungan keamanan yang memperlemah kemampuan perusahaan untuk berinovasi.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa lebih dari setengah (52%) eksekutif yang diwawancarai merasa bahwa fragmentasi solusi keamanan telah membatasi kemampuan mereka untuk menghadapi ancaman siber. Selain itu, 75% dari mereka sepakat bahwa adanya integrasi keamanan yang lebih baik sangat penting bagi transformasi digital yang berkelanjutan. Ancaman siber yang canggih dan perkembangan teknologi, termasuk penggunaan AI oleh para penyerang, semakin memperburuk situasi ini.

Fakta menarik yang terungkap dari penelitian ini adalah, karena fragmentasi dan kompleksitas keamanan, perusahaan kehilangan rata-rata 5% dari pendapatan tahunan mereka. Untuk perusahaan dengan pendapatan tahunan mencapai USD 20 miliar, kerugian yang ditanggung dapat mencapai USD 1 miliar. Biaya ini disebabkan oleh sejumlah faktor, di antaranya:

1. Insiden keamanan.
2. Hilangnya produktivitas.
3. Kegagalan transformasi digital.
4. Terhambatnya inisiatif AI.
5. Hilangnya kepercayaan pelanggan.
6. Dampak negatif terhadap reputasi.

Mark Hughes, Global Managing Partner for Cybersecurity Services di IBM, mengatakan, “Organisasi terus menghadapi tantangan dalam memperbarui postur keamanan guna mengatasi ancaman baru, sementara pada saat yang sama harus mengurangi kompleksitas dan menekan biaya.” Dalam keadaan tersebut, ada kebutuhan mendesak bagi eksekutif cybersecurity untuk mengintegrasikan inovasi dan melindungi aset dengan bijak.

Mengenai solusi yang dapat diterapkan, 80% organisasi yang telah mengadopsi pendekatan platformisasi melaporkan memiliki visibilitas penuh terhadap potensi kerentanan dan ancaman, serta waktu deteksi dan penyelesaian insiden yang lebih singkat. Rata-rata waktu deteksi untuk organisasi yang menerapkan platformisasi adalah 72 hari, sedangkan waktu penyelesaian insiden mencapai 84 hari. Hal ini menunjukkan efektivitas yang meningkat dalam menangani ancaman.

Penerapan platformisasi dalam keamanan siber memungkinkan konsolidasi berbagai alat keamanan ke dalam satu platform. Ini tidak hanya memperkuat sistem keamanan, tetapi juga dapat memungkinkan organisasi mendapatkan hingga empat kali lipat pengembalian investasi (ROI) dari keamanan siber mereka. Dalam hal ini, dengan menggunakan AI dalam platformisasi, organisasi dapat menganalisis data untuk menghasilkan wawasan yang bisa diimplementasikan.

Karim Temsamani, Presiden Next Generation Security di Palo Alto Networks, menekankan pentingnya kemitraan strategis dalam menghadapi tantangan ini. “IBM dan Palo Alto Networks memiliki visi yang sama dalam menciptakan hasil yang lebih baik bagi pelanggan. Ini bukan hanya tentang solusi untuk fragmentasi yang ada saat ini, tetapi juga langkah strategis untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa depan,” ujarnya.

Dapat disimpulkan bahwa pendekatan berbasis platform dalam keamanan siber menjadi kunci bagi perusahaan untuk tidak hanya mengurangi biaya tetapi juga meningkatkan efektivitas dalam menghadapi berbagai ancaman. Dengan 90% eksekutif yang disurvei berencana untuk meningkatkan integrasi AI dalam dua tahun ke depan, langkah ini akan menjadi semakin penting bagi perusahaan yang ingin tetap kompetitif dan aman di era digital yang terus berubah.

Rizky Maulana adalah penulis di situs cungmedia.com. Cung Media adalah portal berita dan media online yang menyajikan informasi terkini, menarik, dan viral seputar peristiwa lokal hingga nasional dengan gaya yang informatif dan mudah diakses.

Berita Terkait

Back to top button