Peneliti dari Copernicus Climate Service menyatakan bahwa tahun 2024 diperkirakan akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, dengan suhu rata-rata global mencapai sekitar 2,9 derajat Fahrenheit (1,6 derajat Celsius) di atas rata-rata pra-industri. Ini menandakan langkah signifikan dalam pemanasan global, di mana untuk pertama kalinya, suhu global melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris.
Dalam laporan yang dirilis, Samantha Burgess, pemimpin strategis iklim di Pusat Cuaca Jangka Menengah Eropa Prakiraan (ECMWF), menyatakan bahwa kondisi ini merupakan sinyal peringatan. “Kita kini berada di ambang melampaui tingkat 1,5ºC yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris dan rata-rata dalam dua tahun terakhir sudah berada di atas tingkat ini,” ujarnya. Bergabungnya faktor-faktor tersebut dengan rekor tingkat uap air di atmosfer global pada tahun 2024 mengakibatkan gelombang panas ekstrem dan curah hujan lebat yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan jutaan orang di seluruh dunia.
Dampak dari pemanasan global ini sudah terlihat jelas melalui berbagai bencana iklim yang semakin intens dan sering terjadi, antara lain:
- Gelombang Panas: Gelombang panas yang belum pernah terjadi sebelumnya melanda berbagai wilayah, meningkatkan risiko kesehatan dan kebakaran.
- Banjir: Curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir di banyak tempat, menghancurkan infrastruktur dan mengakibatkan kerugian ekonomi.
- Kekeringan: Beberapa daerah mengalami kekeringan parah, yang mengancam pasokan air dan ketahanan pangan.
- Kebakaran Hutan: Kebakaran hutan meningkat frekuensi dan intensitasnya, merusak ekosistem dan mengeluarkan lebih banyak karbon ke atmosfer.
Pemanasan sebesar 2 derajat Celsius dianggap sebagai ambang batas kritis yang jika dilampaui, dapat memicu kerusakan iklim yang tidak dapat diperbaiki. Ini termasuk potensi runtuhnya lapisan es di Greenland dan Antartika Barat, serta pergeseran cuaca ekstrem di banyak daerah. Sekitar 200 negara telah berkomitmen untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius atau lebih rendah dalam Perjanjian Paris yang disepakati pada tahun 2015. Namun, dengan kondisi yang terus memburuk, pencapaian target tersebut menjadi semakin tidak pasti.
Tahun 2024 bukan hanya merupakan angka dalam statistik, tetapi melambangkan sebuah krisis iklim yang mendesak perhatian global. Dengan semakin kuatnya dampak perubahan iklim, masyarakat internasional dihadapkan pada tantangan besar untuk mengambil tindakan nyata demi masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan.