![Tragis: Dari Putih ke Cokelat, Salju Alaska Lenyap dalam Sekejap!](https://cungmedia.com/wp-content/uploads/2025/02/Tragis-Dari-Putih-ke-Cokelat-Salju-Alaska-Lenyap-dalam-Sekejap.jpg)
Dampak pemanasan global semakin terlihat nyata di Alaska, dengan hilangnya salju secara signifikan dalam waktu yang relatif singkat. Gambar satelit terbaru yang dirilis oleh NASA menunjukkan bahwa area yang biasanya dipenuhi salju kini berubah menjadi hamparan tanah kosong yang luas, khususnya di Bristol Bay Borough, selatan Alaska. Fenomena ini mengindikasikan bahwa perubahan iklim bukan lagi sekadar ancaman, melainkan kenyataan yang sudah di depan mata.
Dalam catatan cuaca yang berlangsung dari tahun 1998 hingga saat ini, rata-rata kedalaman salju di Anchorage, yang terletak di timur laut Alaska, mencapai 13 inci (33 cm) pada bulan Januari. Namun, pada tahun ini, para meteorolog melaporkan hampir tidak adanya salju di daratan. Pemandangan ini sangat mencolok, terlihat jelas dari luar angkasa, dengan banyak wilayah yang kini menyisakan hanya tanah kosong.
Data dari NASA Earth Observatory mengungkapkan bahwa suhu di Alaska sejak Desember 2024 tercatat 5 hingga 10 derajat Fahrenheit (3 hingga 6 derajat Celsius) di atas rata-rata normal. Beberapa daerah bahkan menunjukkan anomali suhu yang lebih besar. Peralihan suhu yang lebih hangat ini berakibat pada pencairan salju dan es yang lebih cepat, sedangkan curah hujan yang terjadi lebih sering turun dalam bentuk air ketimbang salju.
Ada dua faktor utama yang menjelaskan kondisi ini. Pertama, anomali cuaca yang terjadi di Samudra Pasifik Utara, yang ditandai dengan gelombang panas laut. Punggungan tekanan tinggi yang bertahan di atas Alaska memperparah situasi ini, menciptakan kondisi cuaca yang semakin tidak stabil. Kedua, perubahan iklim yang berkelanjutan telah mengikis es laut. Es laut yang berfungsi sebagai pelindung untuk memantulkan sinar matahari kini semakin menipis. Hal ini menyebabkan laut yang lebih gelap menyerap lebih banyak panas, sebuah perubahan yang berkontribusi pada pemanasan lebih lanjut.
Dampak jangka panjang dari perubahan ini tidak bisa diabaikan. Wilayah Arktik yang dulunya berfungsi sebagai “kulkas dunia” kini berubah menjadi “pemanas dunia”. Model iklim memperkirakan bahwa pada pertengahan abad ini, penurunan drastis lapisan salju ini akan mengancam keberlangsungan gletser di kawasan tersebut, memicu badai yang lebih kuat, serta meningkatkan curah hujan.
Pada akhir Januari lalu, kondisi ini sempat berangsur normal saat hilangnya tekanan tinggi menciptakan angin Arktik yang membawa suhu di bawah nol ke berbagai wilayah Alaska. Namun, ramalan cuaca menunjukkan bahwa suhu yang lebih hangat diperkirakan akan kembali dalam waktu dekat. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi di Alaska bukanlah siklus sementara, melainkan bagian dari tren yang lebih besar dan lebih mengkhawatirkan.
Satu hal yang pasti, hilangnya salju di Alaska adalah peringatan bagi dunia untuk mengakui dan mengambil tindakan terhadap perubahan iklim yang semakin mempercepat proses pemanasan global. Keberlanjutan ekosistem dan kehidupan manusia di wilayah ini kini berada dalam ancaman serius, memerlukan perhatian dan aksi kolektif untuk meminimalisir dampaknya.