Cuaca dingin ekstrem yang biasanya terjebak di wilayah Arktik kini semakin sering meluas ke berbagai bagian Amerika Serikat. Fenomena ini, yang dikenal sebagai polar vortex, muncul semakin sering meskipun dunia mengalami pemanasan global. Hal ini menciptakan paradoks menarik yang menjadi fokus perhatian para ahli cuaca.
Dalam beberapa tahun terakhir, cuaca dingin yang mencengangkan ini dapat terjadi akibat pola arus jet stream yang menunjukkan pergerakan bergelombang dari barat ke timur. Menurut Dan DePodwin, direktur operasi perkiraan di AccuWeather, pergeseran pola ini memungkinkan udara dingin dari Kanada dan Arktik untuk bergerak lebih jauh ke selatan. Dia memperkirakan bahwa suhu di sebagian besar wilayah timur Amerika Serikat bisa turun 12 hingga 25 derajat Fahrenheit (sekitar 7 hingga 14 derajat Celsius) di bawah rata-rata historis.
Zack Taylor, meteorolog di Pusat Prediksi Cuaca Nasional, menambahkan bahwa daerah yang baru-baru ini mengalami salju berat, seperti Kansas dan Washington, kemungkinan besar akan merasakan suhu malam yang sangat rendah, bisa berada di bawah nol derajat Fahrenheit.
Penting untuk dicatat bahwa polar vortex ini adalah istilah lama dalam meteorologi yang kini semakin dipahami sebagai pergerakan udara dingin dari Arktik saat pola arus jet stream membentang. Judah Cohen, direktur perkiraan musiman di Atmospheric and Environmental Research, menyebutnya sebagai peristiwa peregangan polar vortex, di mana udara dingin yang biasanya terkurung di Arktik dapat bergerak lebih jauh ke selatan atau ke arah Asia.
Penyebab meningkatnya frekuensi peristiwa ini bisa jadi berhubungan erat dengan perubahan iklim. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Arktik memanas empat kali lebih cepat dibandingkan wilayah lain di dunia. Penurunan es laut di Arktik, khususnya di dekat Laut Barents, juga melepaskan lebih banyak panas ke atmosfer. Hal ini dapat menyebabkan arus jet stream menjadi lebih kuat dan bervariasi.
Ada beberapa alasan mengapa frekuensi benturan udara dingin ini dapat meningkat, yaitu:
1. Pemanasan Arktik yang memperkecil perbedaan suhu antara utara dan selatan.
2. Gangguan pola udara akibat es laut yang menurun, yang berdampak pada pemindahan energi di atmosfer.
3. Variasi jangka pendek dalam pola cuaca yang dipicu oleh fenomena seperti pemanasan stratosfer mendadak.
Namun, perlu diingat bahwa meski terjadi peningkatan frekuensi cuaca dingin ekstrem, secara keseluruhan, musim dingin di seluruh dunia kini 1,1 derajat Fahrenheit (0,6 derajat Celsius) lebih hangat dibandingkan 25 tahun lalu. Perubahan iklim ini berarti bahwa kita masih akan mengalami peristiwa cuaca dingin, meskipun dengan rata-rata suhu yang lebih tinggi secara keseluruhan.