Sains

Rekor Peningkatan CO2: Kadar Carbon Dioxide Melonjak Tahun Lalu!

Tingkat karbon dioksida (CO2) di atmosfer meningkat dengan cepat, menciptakan ancaman serius terhadap upaya global untuk membatasi pemanasan iklim. Data terbaru menunjukkan bahwa pada tahun lalu, konsentrasi CO2 mencapai lonjakan tertinggi yang pernah tercatat, dengan peningkatan sebesar 3,58 bagian per juta (ppm). Ini mengindikasikan bahwa bumi berhadapan dengan tantangan yang semakin mendesak dalam mengatasi perubahan iklim.

Sejak tahun 1958, ilmuwan di Observatorium Mauna Loa di Hawaii telah melakukan pemantauan terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer. Laporan terbaru mencatat bahwa lonjakan ini melebihi prediksi pessimistik yang dikeluarkan oleh Met Office Inggris, yang menyatakan bahwa emisi tinggi akibat pembakaran bahan bakar fosil tidak sepenuhnya menjelaskan fenomena ini. Menurut mereka, faktor lain turut berperan, termasuk kondisi cuaca ekstrem yang mempengaruhi penyerap karbon alami.

Di luar emisi, para ilmuwan Inggris mengidentifikasi bahwa iklim yang semakin panas dan kekeringan parah berdampak negatif terhadap kemampuan tumbuhan seperti pohon dan rumput untuk menyerap CO2. Sekarang, tanah kering justru melepaskan lebih banyak karbon kembali ke atmosfer. Tahun lalu, dampak dari fenomena El Niño yang menghangat – saat suhu air laut meningkat di Pasifik Timur – memperburuk kondisi cuaca, menyebabkan iklim yang lebih panas dan lebih kering di banyak wilayah tropis.

Beruntung, El Niño telah berakhir pada musim panas lalu dan saat ini Pasifik beralih ke fase La Niña yang lebih dingin. Menurut para ilmuwan, perubahan ini diharapkan akan meningkatkan penyerapan karbon oleh tumbuhan, sehingga mereka memperkirakan lonjakan kadar CO2 yang lebih kecil pada tahun mendatang. Namun, tantangan tetap ada mengingat pergeseran iklim yang terus menerus terjadi.

Institusi seperti NASA dan NOAA telah mengonfirmasi bahwa tahun 2023 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat, dengan suhu rata-rata yang lebih tinggi sekitar 1,5 derajat Celsius dibandingkan dengan era pra-industri. Meskipun secara resmi dunia belum melampaui batas target pemanasan 1,5 derajat Celsius yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris, data ini menunjukkan bahwa pencapaian tersebut semakin sulit diakses.

Joeri Rogelj, seorang ilmuwan iklim di Imperial College London, memberikan peringatan, "Negara-negara telah sepakat untuk membatasi pemanasan global menjadi 1,5 derajat Celsius bukan karena kemudahan, tetapi untuk mengurangi dampak dan penderitaan masyarakat." Ia menekankan pentingnya tindakan yang lebih terfokus untuk mengurangi polusi gas rumah kaca sebagai respons terhadap peningkatan yang mengkhawatirkan ini.

Persoalan ini semakin mendesak dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Dalam konteks global saat ini, ada beberapa langkah yang dianggap mendesak untuk dipertimbangkan:

  1. Pengurangan Emisi: Negara-negara perlu memperkuat kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca, terutama dari sektor transportasi dan energi.
  2. Penyerapan Karbon: Investasi dalam teknologi penyerapan karbon dan rehabilitasi ekosistem yang rusak harus menjadi prioritas.
  3. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim: Upaya untuk membangun ketahanan terhadap dampak perubahan iklim harus dilakukan secara menyeluruh.
  4. Kesadaran Publik: Meningkatkan kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan dan berkontribusi pada pengurangan emisi.

Sementara data menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, harapan untuk masa depan yang lebih baik dapat tercapai dengan kolaborasi global yang erat. Tantangan ini bukan hanya tanggung jawab satu atau dua negara, tetapi merupakan isu bersama yang memerlukan tindakan bersama.

Nadia Permatasari

Nadia Permatasari adalah penulis di situs cungmedia.com. Cung Media adalah portal berita dan media online yang menyajikan informasi terkini, menarik, dan viral seputar peristiwa lokal hingga nasional dengan gaya yang informatif dan mudah diakses.

Berita Terkait

Back to top button