Dalam dunia sains, salah satu pertanyaan terbesar yang masih menyelimuti para astronom adalah tentang keberadaan materi gelap. Materi ini tidak dapat dilihat atau dideteksi secara langsung, namun para ilmuwan yakin adanya substansi misterius ini berdasarkan gerakan galaksi yang menunjukkan adanya massa signifikan yang mempengaruhi gravitasi. Meskipun demikian, sifat, dan bahkan keberadaan substansi ini masih menjadi teka-teki. Para ilmuwan menyebutnya sebagai materi gelap.
Tradisionalnya, ilmuwan menarik kesimpulan tentang materi gelap dengan mengamati alam semesta dalam skala besar. Mereka menggunakan instrumen canggih seperti teleskop luar angkasa Euclid untuk mengamati gerakan galaksi yang jauh dan menghitung massa berdasarkan gerakan tersebut. Namun, sekelompok astrofisikawan dari Universitas California, Berkeley mengambil pendekatan yang berbeda untuk mempelajari materi gelap, dengan fokus pada supernova yang dekat.
Supernova, peristiwa dramatis yang terjadi ketika bintang kehabisan bahan bakar dan meledak, dapat menyimpan kunci untuk memahami materi gelap. Dalam ledakan ini, ada kemungkinan besar terbentuknya partikel materi gelap teoretis yang disebut axion. Sejak pertama kali dikuatkan pada tahun 1970-an, axion kini menjadi perhatian utama sebagai kandidat partikel materi gelap.
1. Proses Pembentukan Axion: Ketika bintang meledak dalam sebuah supernova, jumlah axion yang dihasilkan bisa sangat besar. Para peneliti berencana untuk menggunakan teleskop gamma-ray yang kuat untuk mengamati produksi axion ini saat supernova terjadi.
2. Pengamatan Supernova 1987A: Supernova 1987A, yang terjadi di Galaksi Magellan Besar, pernah diamati dengan teleskop gamma-ray, tetapi tidak cukup kuat untuk mengambil data yang diinginkan. Sekarang, dengan teknologi terbaru, peneliti berharap bisa mendapatkan informasi lebih mendalam tentang axion.
Salah satu penulis makalah penelitian, Benjamin Safdi, menjelaskan potensi ini dengan mengatakan, “Jika kita dapat melihat supernova seperti supernova 1987A dengan teleskop gamma-ray modern, kita akan dapat mendeteksi atau mengesampingkan axion QCD dalam sebagian besar ruang parameternya, yang tidak dapat diuji di laboratorium.”
Namun, tantangan besar tetap ada: supernova sulit diprediksi. Sementara para ilmuwan dapat menentukan bahwa bintang mendekati status supernova, menentukan waktu yang tepat saat peristiwa itu akan terjadi hampir mustahil. Safdi sendiri mengungkapkan kekhawatirannya, “Akan sangat disayangkan jika sebuah supernova terjadi besok dan kami melewatkan kesempatan untuk mendeteksi axion – mungkin tidak akan ada lagi kesempatan selama 50 tahun ke depan.”
Meskipun axion belum pernah terdeteksi, ada alasan kuat untuk percaya bahwa mereka ada. Safdi berpendapat, “Sangat sulit untuk memiliki teori konsisten tentang gravitasi yang digabungkan dengan mekanika kuantum tanpa partikel seperti axion.” Tim peneliti mengkhususkan minat mereka pada axion QCD, yang terkait dengan gaya yang dikenal sebagai kromodinamika kuantum.
Dalam penelitian mereka, para peneliti menggunakan superkomputer untuk memodelkan peristiwa supernova. Mereka memperkirakan bahwa akan ada ledakan sinar gamma yang signifikan selama 10 detik ketika bintang tersebut bertransformasi menjadi bintang neutron. Dalam proses ini, mereka dapat menghitung massa yang diperlukan agar axion dapat terdeteksi, serta menetapkan batasan untuk apa yang dapat mereka harapkan dari deteksi partikel ini.
Dengan harapan bahwa teleskop gamma-ray Fermi yang saat ini sedang beroperasi di orbit dapat mengamati supernova mendatang, para peneliti optimis. Safdi menambahkan, “Skenario terbaik adalah Fermi menangkap supernova. Jika itu terjadi, kita akan dapat mengukur masa, kekuatan interaksi, dan semua yang kita perlu ketahui tentang axion, dan kita akan sangat yakin dengan sinyal tersebut karena tidak ada materi biasa yang dapat menciptakan peristiwa semacam itu.”