Sains

Peneliti BRIN: Mengapa Kebakaran Jakarta Tak Meluas Seperti di LA?

Kebakaran hutan yang terjadi di Los Angeles, California, menculik perhatian dunia dengan kerusakan yang sangat luas. Data terbaru menunjukkan lebih dari 35 ribu hektar lahan hangus dan lebih dari 10 ribu bangunan hancur akibat api. Jumlah korban tewas dari peristiwa dahsyat ini mencapai 24 orang. Di tengah keprihatinan tersebut, muncul pertanyaan di kalangan pengguna media sosial mengenai mengapa kebakaran yang terjadi di Jakarta cenderung tidak meluas, meskipun karakteristik geografis dan arsitektur kota Jakarta lebih padat.

Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Dr. Erma Yulihastin, memberikan penjelasan mengenai fenomena ini. Menurutnya, salah satu faktor utama yang mempengaruhi adalah keberadaan angin Santa Ana di California, yang dikenal dapat memicu kebakaran besar. Angin ini adalah angin kering dan panas yang mampu mencapai kecepatan lebih dari 50 km/jam, yang berfungsi sebagai pengglobal kebakaran.

"Dalam situasi seperti ini, di LA, angin Santa Ana yang membawa suhu super panas dan kering sangat berperan dalam memperluas area kebakaran," ungkap Prof. Erma. Ia melanjutkan, "Di Indonesia, tidak ada fenomena angin semacam itu, sehingga kebakaran cenderung lebih mudah dijaga agar tetap lokal."

Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas, berikut adalah beberapa faktor pendorong kebakaran di LA dibandingkan dengan Jakarta:

  1. Angin Santa Ana: Angin ini dapat meningkatkan suhu dan keringnya udara, menciptakan situasi yang sangat kondusif untuk penyebaran kebakaran. Keberadaan angin ini tidak ditemukan di Jakarta.

  2. Kondisi Kering dan Musiman: Musim kebakaran di California Selatan biasanya berlangsung dari Mei hingga Oktober, sementara Jakarta memiliki curah hujan yang lebih konsisten sepanjang tahun.

  3. Kepadatan Material Bangunan: Banyak rumah di LA dibuat dari kayu, yang memungkinkan api menyebar dengan cepat, terutama ketika terpapar tiupan angin kencang. Di Jakarta, meskipun terdapat banyak bangunan padat, banyak di antaranya terbuat dari material lain yang tidak semudah itu terbakar.

  4. Dampak Perubahan Iklim: Perubahan iklim yang menyebabkan suhu lebih tinggi dan kekeringan berkepanjangan di kawasan Amerika Serikat berkontribusi pada banyaknya kebakaran besar. Jakarta, dengan iklim tropisnya, tidak mengalami fenomena tersebut secara langsung.

Angin Santa Ana, terkadang disebut sebagai ‘angin setan’, merupakan angin katabatik yang berkontribusi pada pembentukan badai. Keputusan ini tidak hanya mempengaruhi suhu dan kelembapan, tetapi juga menciptakan kondisi yang memungkinkan api untuk dapat menyebar dengan cepat.

Di sisi lain, Jakarta yang memiliki sistem penyiraman yang aktif dan supplemen dari badan pemerintahan dalam memadamkan kebakaran juga sering kali mampu mengendalikan api sebelum mencapai area yang lebih luas. Meskipun kebakaran tetap menjadi ancaman, upaya pencegahan dan penanggulangan yang cepat menunjukkan efektivitas dalam menghindari kerusakan besar.

Kebakaran di Los Angeles merupakan pengingat akan pentingnya menangani permasalahan lingkungan dan perubahan iklim secara global. Memahami perbedaan dalam karakteristik iklim dan geografi antara kota dapat membantu dalam merencanakan strategi yang lebih baik dalam pencegahan kebakaran. Jakarta menunjukkan bahwa dengan pemahaman yang baik tentang ilmu meteorologi dan tindakan yang tepat, dampak kebakaran dapat diminimalisir secara efektif.

Nadia Permatasari

Nadia Permatasari adalah penulis di situs cungmedia.com. Cung Media adalah portal berita dan media online yang menyajikan informasi terkini, menarik, dan viral seputar peristiwa lokal hingga nasional dengan gaya yang informatif dan mudah diakses.

Berita Terkait

Back to top button