Setiap hari, sekitar 48,5 ton batu luar angkasa meluncur menuju Bumi. Sementara meteor yang jatuh ke lautan biasanya tidak pernah berhasil ditemukan, meteor yang mendarat di daratan seringkali menimbulkan perdebatan mengenai kepemilikan hukum. Fenomena ini semakin menarik perhatian, terutama ketika meteor menjadi komoditas bernilai tinggi yang diperjualbelikan secara internasional.
Meteor menjadi semakin populer di kalangan kolektor dan ilmuwan, berkat kemampuannya menyimpan kunci rahasia alam semesta. Namun, penemuan signifikan sering kali hilang ke tangan kolektor swasta, menimbulkan kekhawatiran tentang akses publik terhadap pengetahuan ilmiah. Contohnya adalah sebuah meteor berukuran seukuran apel seberat 810 gram yang tercatat di Selandia Baru. Meteor ini jatuh di tanah milik Departemen Konservasi di Pulau Selatan tahun lalu, berhasil ditemukan oleh Jack Weterings, anggota grup sains warga Fireballs Aotearoa. Penemuan ini kembali menggugah diskusi mengenai regulasi atas penemuan semacam ini.
Selandia Baru telah mencatat beberapa meteor penting sepanjang sejarahnya, termasuk meteor Ellerslie seberat 1,3 kilogram yang jatuh menembus atap rumah keluarga Archer di Auckland pada 12 Juni 2004. Meteor tersebut memicu tawaran pembelian dari berbagai pihak di seluruh dunia, namun pasangan Archer memilih untuk menjualnya kepada Auckland War Memorial Museum untuk dipamerkan kepada publik. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemilikan meteor dapat melibatkan lebih dari sekadar hak hukum; ini juga berhubungan dengan tanggung jawab sosial.
Dalam konteks hukum, kepemilikan meteor di Selandia Baru dan banyak negara lain ditentukan oleh lokasi jatuhnya. Jika meteor jatuh di properti pribadi, pemilik tanah menjadi pemilik hukum meteor tersebut. Namun, pada kasus meteor Takapō, yang ditemukan di tanah publik, prinsip “siapa menemukan, dia pemilik” berlaku, menjadikan Fireballs Aotearoa sebagai pemilik sah. Organisasi ini menyatakan tidak memiliki kepentingan komersial dan berkomitmen untuk menyumbangkan penemuan mereka ke museum, meskipun hal ini tidak selalu menjadi praktik umum di kalangan pemburu meteor.
Bisnis perburuan meteor telah berkembang pesat, terutama di negara-negara seperti Tiongkok, tempat meteor dapat dijual dengan harga yang sangat tinggi. Kolektor terkenal, termasuk tokoh-tokoh seperti Elon Musk dan Steven Spielberg, semakin menunjukkan minat dalam koleksi ini. Penjualan meteor kini dianggap sebagai gaya hidup glamor, memicu minat global terhadap artefak luar angkasa yang unik ini.
Regulasi mengenai perburuan meteor bervariasi di setiap negara. Di Selandia Baru, objek yang dianggap dilindungi, termasuk meteor, diatur ketat. Di bawah Undang-Undang Objek yang Dilindungi 1975, izin harus diperoleh dari pemimpin kementerian sebelum objek tersebut dapat diekspor. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat berakibat pada sanksi yang berat, termasuk penyitaan objek dan hukuman penjara hingga lima tahun.
Hubungan antara penemu meteor dan ilmuwan juga dapat menjadi tegang, terutama ketika kepentingan pribadi bertabrakan dengan tujuan ilmiah. Saat ini, upaya untuk mengatur sifat kolektif dan komersial dari perburuan meteor masih terus diperdebatkan. Berbagai pihak berharap agar kebijakan dapat ditetapkan yang menjaga keseimbangan antara kepentingan kolektor dan kemajuan pengetahuan ilmiah. Meskipun perdebatan ini berlanjut, satu hal yang pasti: ketertarikan manusia terhadap fenomena luar angkasa akan terus berkembang seiring bertambahnya penemuan-penemuan baru dari luar angkasa.