Pelaku penipuan semakin cerdik dengan memanfaatkan isu terkini terkait sistem administrasi perpajakan, Coretax. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia akan meluncurkan sistem ini pada Januari 2025. Coretax dirancang untuk mempermudah wajib pajak dalam mengelola kewajiban perpajakan mereka dengan fitur prepopulated yang memungkinkan pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan menjadi lebih simpel. Namun, di balik kemudahan ini, masyarakat diimbau untuk waspada terhadap modus penipuan yang menggunakan nama Coretax.
Alfons Tanujaya, seorang ahli keamanan teknologi dari Vaksincom, mengungkap bahwa penipuan yang berkedok informasi tentang Coretax telah menjadi tren baru. Dalam modus ini, penipu sering menghubungi wajib pajak melalui pesan WhatsApp, mengaku sebagai pegawai DJP dan mencoba menakut-nakuti dengan menyebutkan bahwa mereka perlu memverifikasi data perpajakan. Yang lebih mencengangkan, pelaku biasanya memiliki data pribadi yang cukup lengkap tentang korban, termasuk nama, NPWP, dan alamat lengkap.
Data yang sering digunakan penipu untuk meyakinkan korban antara lain:
1. Nama wajib pajak
2. Nama usaha
3. NPWP
4. NIK
5. Nomor Induk Berusaha (NIB)
6. Tanggal terbit NIB
7. Nomor ponsel
8. Alamat lengkap
“Hal ini sangat memprihatinkan. Senjata utama yang mereka gunakan adalah menakut-nakuti wajib pajak dengan احتمال adanya kunjungan dari petugas pajak,” ungkap Alfons. Jika korban terjebak, penipu akan meminta korban untuk melakukan pembayaran terkait meterai melalui tautan yang dibagikan. Namun, tautan tersebut sebenarnya digunakan untuk membobol rekening m-banking atau dompet digital korban.
Modus ini bukan hal baru; sebelumnya, pelaku juga menggunakan cara serupa dengan menyebarkan aplikasi mirip Google Play yang berisi malware untuk mencuri data SMS korban. Dari sana, pelaku mampu mengakses kode OTP yang diperlukan untuk masuk ke akun keuangan korban. Alfons menambahkan bahwa penipu juga mengandalkan data yang bocor di internet untuk meyakinkan wajib pajak dengan cara yang lebih halus.
DJP diharapkan untuk lebih proaktif dalam menangani isu ini agar nama baik instansi tidak tercoreng dan masyarakat tetap percaya kepada petugas pajak. Alfons menyarankan beberapa langkah perbaikan untuk melindungi masyarakat dari penipuan ini, antara lain:
1. Mengatur petugas pajak untuk hanya menggunakan nomor resmi yang tidak mudah berganti.
2. Memastikan bahwa nomor yang digunakan untuk menghubungi wajib pajak terdaftar di situs resmi pajak.go.id.
3. Mendirikan satu Call Center yang terlatih untuk menangani keluhan masyarakat.
4. Berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengidentifikasi dan menangkap komplotan penipu.
Sementara itu, masyarakat juga diajarkan beberapa cara untuk memeriksa keaslian nomor yang menghubungi mereka. Beberapa langkah yang dapat diambil termasuk:
1. Memverifikasi nomor penelepon apakah benar terdaftar pada instansi terkait.
2. Menggunakan aplikasi crowdsourcing seperti Truecaller untuk mengidentifikasi nomor tersebut.
3. Memberikan tag pada nomor penipu untuk meredakan penyebaran penipuan di kalangan pengguna lain.
Dengan meningkatnya kasus penipuan yang menggunakan modus baru berbasis teknologi, kerjasama antara instansi pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan. Melalui kewaspadaan dan tindakan preventif, diharapkan penipuan yang mengatasnamakan Coretax dapat diminimalisir.