Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa utang paylater di Indonesia sudah mencapai angka yang signifikan, yaitu Rp 30,36 triliun per November 2024. Hal ini menunjukkan lonjakan yang cukup besar sebesar 48% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, ketika jumlah utang paylater tercatat hanya Rp 20,5 triliun. Fenomena ini mencerminkan semakin meningkatnya ketergantungan masyarakat terhadap sistem “buy now pay later” (BNPL) yang menawarkan kemudahan dalam melakukan pembelian dengan pembayaran yang dapat ditunda.
Dalam konferensi pers yang diadakan secara daring pada Selasa (7/1), Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, mengungkapkan bahwa pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan meningkat signifikan, mencatat kenaikan sebesar 63,89% year on year, mencapai Rp 8,59 triliun. Penyaluran pembiayaan ini tidak hanya memudahkan akses bagi konsumen tetapi juga berdampak pada peningkatan tingkat keterlambatan pembayaran. Data menunjukkan bahwa nonperforming financing (NPF) gross naik dari 2,76% pada bulan Oktober 2024 menjadi 2,92% pada November 2024, menandakan adanya peningkatan risiko dalam segmen ini.
Mayoritas dari pembiayaan paylater disalurkan oleh perbankan, dengan total mencapai Rp 21,77 triliun. Angka ini juga menunjukkan pertumbuhan sebesar 42% dibandingkan tahun sebelumnya. Pertambahan jumlah pengguna paylater di perbankan tercatat meningkat dari 23,27 juta rekening menjadi 24,51 juta rekening, yang menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap layanan tersebut.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menilai bahwa pertumbuhan ini mencerminkan komitmen sektor perbankan untuk memenuhi kebutuhan kredit konsumsi masyarakat. Ia optimis bahwa bank-bank akan terus melakukan ekspansi dalam penyediaan kredit konsumsi melalui sistem paylater. “Ini menunjukkan perhatian perbankan terhadap kebutuhan masyarakat secara umum. Masyarakat yang membutuhkan sebetulnya adalah kredit kecil,” jelasnya.
Dengan terus meningkatnya angka utang paylater, penting bagi masyarakat dan lembaga keuangan untuk lebih memperhatikan risiko yang mungkin timbul, termasuk dalam hal keterlambatan pembayaran. Selain itu, transparansi mengenai syarat dan ketentuan dalam penggunaan layanan paylater juga menjadi kunci agar masyarakat dapat menggunakan fasilitas ini dengan bijak dan bertanggung jawab. Dalam konteks ini, pemahaman yang baik tentang sistem BNPL adalah hal yang sangat diperlukan oleh konsumen agar tidak terjerat dalam utang yang berlebihan.