Praktik belanja online di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Namun, di balik pesatnya perkembangan e-commerce, sejumlah modus kejahatan mulai bermunculan. Peneliti dari Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT), Dr. Joshua Dwight, menyoroti sisi gelap dari layanan e-commerce yang patut diperhatikan, khususnya mengenai pengembalian barang dan ulasan palsu.
Menurut Dr. Dwight, di Vietnam, lebih dari separuh populasi saat ini berbelanja secara online, dan sektor e-commerce diprediksi tumbuh hingga 18% atau senilai US$ 22 miliar pada tahun ini. Di Indonesia, data dari We Are Social mencatat bahwa hampir 60% pengguna internet terlibat dalam belanja online per Januari 2024. Angka ini menunjukkan bahwa meski tren belanja online kian meningkat, ancaman kejahatan digital turut bertumbuh dan beradaptasi.
Dr. Dwight mengidentifikasi sejumlah modus operandi pelaku kejahatan siber yang memanfaatkan platform e-commerce, di antaranya:
-
Situs Palsu: Penciptaan situs yang mirip dengan platform e-commerce asli untuk mengumpulkan data pengguna dan menipu mereka.
-
Serangan Langsung: Penyerangan yang dilakukan untuk melumpuhkan situs web atau menyusup ke dalam sistem dengan kode berbahaya.
-
Malvertising: Penggunaan iklan yang tampaknya sah untuk mengalihkan pengguna ke situs penipuan, dengan banyak platform tidak melakukan verifikasi terhadap pengiklan.
-
Klaim Pengembalian Dana Palsu: Oknum berpura-pura menjadi konsumen yang tidak menerima produk untuk mendapatkan pengembalian dana, walaupun barang sebenarnya sudah diterima.
- Manipulasi Ulasan: Praktik meminta orang lain untuk menulis ulasan positif palsu mengenai produk, yang dapat menyesatkan konsumen dan merugikan reputasi toko online.
Tindakan kejahatan ini tidak hanya berdampak pada konsumen, tetapi juga pada penjual yang ingin beroperasi secara sah di dunia maya. Dr. Dwight mencatat bahwa para pelaku kejahatan ini bersifat sistematis, bahkan mereka aktif merekrut tenaga kerja di negara-negara tertentu untuk menjalankan aktivitas ilegal.
Untuk mengatasi ancaman ini, diperlukan pendekatan edukasi dan advokasi yang melibatkan berbagai pihak. Beberapa rekomendasi mencakup:
- Pedagang: Meningkatkan sistem verifikasi identitas pengguna dan keamanan sistem.
- Pengguna: Waspada dan tidak membagikan informasi pribadi yang tidak perlu serta memverifikasi setiap tautan yang diterima.
- Regulator: Meningkatkan kerja sama regional serta mengembangkan protokol yang terstandarisasi untuk merespons kejahatan siber.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan ekosistem e-commerce dapat lebih aman dan dapat dipercaya, sehingga memberikan perlindungan yang lebih baik bagi konsumen dan pelaku usaha yang jujur.