Dinamika keamanan siber di Asia Pasifik diperkirakan akan semakin kompleks pada tahun 2025, seiring dengan munculnya berbagai ancaman baru yang terkait dengan kemajuan teknologi. Dalam laporannya, Palo Alto Networks, perusahaan global terkemuka di bidang keamanan siber, telah merangkum lima prediksi utama yang akan membentuk lanskap digital di kawasan ini dalam waktu dua tahun mendatang.
Pertama, transparansi untuk kepercayaan di era AI menjadi hal yang sangat penting. Organisasi dan pembuat kebijakan di Asia Pasifik akan lebih memprioritaskan transparansi dalam penggunaan kecerdasan buatan. Kepercayaan pelanggan terhadap teknologi ini akan sangat bergantung pada bagaimana data dikelola dan etika di balik pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sistem AI.
Kedua, serangan deepfake diprediksi akan melonjak. Teknologi ini diramalkan akan menjadi ancaman serius dengan kemampuannya dalam meniru suara dan wajah manusia. Dalam konteks ini, deepfake akan digunakan untuk penipuan finansial, menciptakan serangan yang lebih canggih dan sulit teridentifikasi oleh sistem keamanan konvensional.
Ketiga, perhatian organisasi akan beralih pada keamanan rantai pasokan. Dengan meningkatnya ancaman terhadap integritas produk, perusahaan akan meningkatkan visibilitas real-time dan monitoring yang lebih ketat. Langkah ini dianggap krusial untuk mencegah setiap gangguan yang berpotensi merusak bisnis, mulai dari proses produksi hingga distribusi.
Keempat, terjadi konvergensi alat keamanan siber. Banyak perusahaan diharapkan menyederhanakan sistem keamanan mereka dengan mengadopsi platform terpadu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kompleksitas dan meningkatkan efisiensi, serta memberikan visibilitas menyeluruh terhadap ancaman yang mungkin dihadapi.
Terakhir, ancaman dari teknologi kuantum akan muncul sebagai risiko baru bagi keamanan siber. Komputasi kuantum memungkinkan teknik baru yang dikenal sebagai "harvest now, decrypt later", yang dapat menargetkan data sensitif. Oleh karena itu, sangat penting bagi organisasi untuk segera mengadopsi standar keamanan yang tahan terhadap ancaman kuantum ini.
Dalam rangka membahas prediksi ini dengan lebih mendalam, Palo Alto Networks mengadakan sesi diskusi virtual pada Selasa, 14 Januari 2025, yang mempertemukan para ahli dari berbagai bidang. Di antaranya adalah Steven Scheurmann, Regional VP ASEAN, dan Adi Rusli, Country Manager Indonesia.
Kelima tren ini menunjukkan betapa pentingnya kesiapan organisasi dalam menghadapi tantangan baru di dunia digital. Seperti yang disampaikan oleh Palo Alto Networks, inovasi dan adaptasi akan menjadi kunci untuk bertahan dalam era keamanan siber yang semakin kompleks. Oleh karena itu, baik organisasi besar maupun kecil perlu mempersiapkan diri dengan strategi yang tepat agar dapat melindungi data dan sistem mereka dari ancaman yang terus berkembang.