Pegawai eFishery yang tergabung dalam Serikat Pekerja SPMTN mulai merasakan ketidakpastian seiring beredarnya rumor tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dan penutupan perusahaan yang kemungkinan terjadi pada bulan Februari mendatang. Dalam upaya mendapatkan penjelasan yang jelas dari manajemen, para pegawai menggelar aksi unjuk rasa di kantor pusat eFishery di Bandung, Jawa Barat pada pukul 12:00 WIB. Aksi ini berlangsung hingga sekitar pukul 13:50 WIB dan disusun dengan tuntutan yang jelas.
Dalam aksi tersebut, pegawai eFishery menuntut penjelasan beberapa poin penting yang menjadi isu hangat di kalangan mereka. Poin-poin tersebut meliputi dugaan fraud yang melibatkan petinggi perusahaan, status operasional eFishery ke depan, informasi terkait rencana PHK massal, dan permintaan penyampaian hasil diskusi secara formal kepada pihak manajemen.
Dalam keterangan persnya, SPMTN menyebutkan bahwa rumor pemutusan hubungan kerja dan penutupan perusahaan bermula dari kekhawatiran terhadap keputusan manajemen yang dinilai dapat menghindari pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR). “Ada kabar bahwa perusahaan berencana melakukan PHK massal dan penutupan perusahaan pada Februari,” ungkap pernyataan tersebut.
Isu dugaan fraud ini mencuat setelah laporan DealStreetAsia pada pertengahan Desember 2024, yang menyebutkan bahwa eFishery mengalami masalah serius dalam akuntansi. Akibatnya, manajemen eFishery memutuskan untuk membebastugaskan CEO Gibran Huzaifah dan Chief Product Officer Chrisna Aditya, lalu menunjuk Adhy Wibisono sebagai CEO interim dan Albertus Sasmitra sebagai CFO interim.
Laporan awal yang bocor mengenai investigasi internal mengindikasikan bahwa ada penggelembungan dana perusahaan yang ditaksir mencapai sekitar US$ 600 juta atau setara dengan Rp 9,8 triliun antara Januari hingga September 2024. Investigasi ini berawal ketika seorang whistleblower melaporkan adanya ketidakakuratan dalam laporan keuangan perusahaan kepada anggota dewan.
Berdasarkan bocoran laporan internal yang diperoleh dari Bloomberg News, ditemukan beberapa temuan mencolok mengenai keadaan eFishery. Beberapa di antaranya adalah:
1. eFishery melaporkan keuntungan sebesar US$ 16 juta, namun sebenarnya mengalami kerugian sebesar US$ 35,4 juta dalam waktu yang sama.
2. Laporan pendapatan yang diumumkan sebesar US$ 752 juta, padahal seharusnya hanya mencapai sekitar US$ 157 juta.
3. Jumlah mitra pembudidaya ikan yang dilaporkan sebanyak 400 ribu, ternyata hanya sekitar 24 ribu.
Jika dugaan penggelembungan data ini terbukti benar, lebih dari 75% laporan keuangan yang disampaikan kepada investor bisa dianggap tidak valid. Situasi ini semakin memperburuk citra perusahaan di mata publik dan investor.
Kekhawatiran pegawai eFishery terhadap adanya PHK massal dan tutupnya operasi perusahaan semakin nyata dengan rumor yang beredar, dan dinamika internal company tersebut kini menjadi sorotan banyak pihak. Tindakan eFishery untuk menyelesaikan isu ini sangat penting, mengingat nasib ribuan pegawai yang tengah berada dalam ketidakpastian. Dengan meningkatnya tekanan dari pihak ketiga dan suasana yang mencekam di kalangan pegawai, eFishery harus menghadapi pertanyaan besar mengenai masa depannya dan langkah-langkah yang akan diambil untuk menjaga kepercayaan karyawan serta investor.