Aplikasi kecerdasan buatan (AI) asal China, DeepSeek, baru-baru ini mengalami serangan siber yang signifikan setelah meraih posisi teratas sebagai aplikasi AI terpopuler di App Store Apple dan Google Play Store. Kejadian ini mulai terlihat pada Senin malam, 27 Januari 2025, ketika DeepSeek mendeteksi sejumlah aktivitas mencurigakan dalam sistemnya. Dalam hitungan jam, perusahaan tersebut mengonfirmasi bahwa mereka tengah menjalani serangan siber yang berpotensi merugikan.
Sebagai langkah awal untuk menangani ancaman ini, DeepSeek segera mengambil tindakan dengan membatasi pendaftaran pengguna baru. Pengguna yang sudah terdaftar dapat terus mengakses layanan mereka tanpa gangguan, sementara perusahaan bekerja untuk memulihkan infrastruktur yang terpengaruh oleh serangan siber tersebut. Pada dini hari Selasa, 28 Januari, setelah perbaikan, fungsionalitas platform sepenuhnya pulih dan proses pendaftaran pengguna baru kembali dibuka.
DeepSeek sendiri telah menarik perhatian pasar dan pelaku industri teknologi, karena dengan investasi pengembangan yang hanya mencapai US$ 5 juta (sekitar Rp 80 miliar), platform ini berhasil menciptakan chatbot yang kompetitif di pasar, bahkan lebih efisien dibandingkan dengan ChatGPT dari OpenAI. Keberhasilan ini muncul di saat yang tepat, di mana pembatasan ekspor chip di China semakin ketat, dan memicu kekhawatiran di kalangan perusahaan teknologi Amerika.
Dampak dari keberhasilan DeepSeek dan serangan sibernya terasa di pasar modal. Saham Nvidia, perusahaan produsen chip AI, anjlok sebesar 13,6% pada hari yang sama, mengakibatkan kerugian nilai pasar hingga US$ 500 miliar. Penurunan ini mencerminkan ketidakpastian investor terhadap potensi DeepSeek untuk bersaing dan menantang dominasi teknologi AI yang sudah mapan di Amerika Serikat, meskipun mereka tidak memiliki akses ke perangkat keras premium.
Selain itu, keberhasilan DeepSeek juga menarik perhatian dari berbagai kalangan di dunia teknologi dan politik. Marc Andreessen, seorang investor terkemuka di Silicon Valley, menyebut momen ini sebagai “Sputnik AI”, mendorong para inovator di Amerika untuk meningkatkan daya saing mereka. Di panggung politik, Presiden AS Donald Trump memanfaatkan situasi ini untuk memperkenalkan program AI bernama Stargate, sebuah proyek kolaborasi bernilai US$ 500 miliar antara OpenAI, Oracle, dan SoftBank, yang ditujukan untuk mempertahankan dominasi AS di bidang teknologi AI.
Namun, pengumuman Trump ini tidak lepas dari kontroversi. Elon Musk mempertanyakan transparansi mengenai pendanaan program Stargate lewat platform X, sementara CEO OpenAI, Sam Altman, terlibat dalam perdebatan publik mengenai rincian keuangan proyek tersebut. Selain itu, serangan siber yang dialami oleh DeepSeek menjadi cobaan bagi mereka dalam menunjukkan kapabilitas untuk bersaing secara global. Meski telah menunjukkan keunggulan teknis, tantangan yang datang dari serangan siber ini memperlihatkan risiko yang harus dihadapi saat menapaki pasar internasional.
Serangan siber yang menimpa DeepSeek ini menjadi salah satu contoh nyata dari tantangan yang dihadapi perusahaan-perusahaan teknologi modern, terutama yang baru menjulang dalam industri yang sangat kompetitif. Keberhasilan yang diraih dalam waktu singkat tentunya beriringan dengan risiko yang harus dihadapi, mencerminkan dinamika dunia teknologi saat ini.