eFishery Setop Operasional, Pegawai Resah Surplus Dugaan Fraud

Pegawai eFishery, sebuah startup perikanan yang berbasis di Indonesia, kini berada dalam situasi penuh ketidakpastian setelah perusahaan memutuskan untuk menghentikan operasional di lapangan. Langkah ini diambil di tengah penyelidikan terkait dugaan fraud yang melibatkan sejumlah oknum di manajemen. Penutupan operasional ini berdampak besar bagi pembudidaya ikan, petambak, dan konsumen yang tergantung pada layanan eFishery.

Menurut keterangan pers yang diterima Katadata.co.id, sejumlah pegawai yang tergabung dalam serikat pekerja SPMTN mengungkapkan bahwa banyak pembudidaya mengalami kesulitan serius akibat penghentian aktivitas bisnis tersebut. Tanpa akses ke pakan dan dukungan pasar yang biasanya disediakan oleh eFishery, banyak yang terjerat utang dan mengalami aliran kas yang terganggu. “Operasional di lapangan telah berhenti, yang mengakibatkan dampak besar terhadap para pembudidaya …,” ujar mereka.

Di tengah situasi tersebut, serikat pekerja menggelar aksi damai di kantor pusat eFishery di Bandung, Jawa Barat. Aksi yang berlangsung mulai pukul 12:00 WIB hingga 13:50 WIB ini bertujuan untuk mendiskusikan beberapa poin penting, di antaranya:

– Penjelasan mengenai dugaan fraud yang melibatkan petinggi eFishery.
– Jangka waktu penghentian operasional dan rencana untuk melanjutkannya.
– Klarifikasi terkait rumor Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dan penutupan perusahaan.
– Permintaan penyampaian hasil diskusi secara formal kepada manajemen eFishery.

Serikat pekerja menginginkan transparansi dari pihak manajemen, yang dalam beberapa waktu terakhir dirasakan kurang bisa diandalkan. “Sejak gonjang-ganjing pendiri diberhentikan, tidak ada komunikasi yang memadai dari manajemen,” jelas mereka.

Dugaan fraud eFishery pertama kali muncul dalam laporan oleh DealStreetAsia pada 15 Desember 2024. Menyusul laporan ini, perusahaan mengumumkan pemberhentian sementara CEO Gibran Huzaifah dan Chief Product Officer Chrisna Aditya. Adhy Wibisono ditunjuk sebagai CEO interim, sementara Albertus Sasmitra mengambil posisi CFO interim.

Investigasi yang dilakukan mencuat setelah seorang pelapor atau whistleblower mengungkapkan bahwa laporan keuangan eFishery tidak akurat. Menurut laporan yang bocor, manajemen eFishery diduga menggelembungkan dana perusahaan sepanjang sembilan bulan dengan angka fantastis mencapai US$ 600 juta atau sekitar Rp 9,8 triliun.

Temuan awal juga menunjukkan ketidaksesuaian signifikan dalam laporan keuangan. eFishery menyatakan keuntungan sebesar US$ 16 juta namun sebenarnya mengalami kerugian hingga US$ 35,4 juta. Selain itu, klaim bahwa mereka memiliki lebih dari 400 ribu mitra pembudidaya ikan terbukti berlebihan; yang sebenarnya hanya ada 24 ribu mitra.

Dampak dari situasi ini terasa luas, tidak hanya bagi internal eFishery tetapi juga bagi ekosistem perikanan yang bergantung pada operasi perusahaan ini. Ketidakpastian masa depan menjadi momok bagi ribuan pembudidaya dan mitra yang telah menjalin kerja sama. Keberlanjutan bisnis eFishery kini berada di ambang kehampaan, menunggu keputusan selanjutnya dari manajemen terkait future operation.

Exit mobile version