Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda generasi Z menjadi sorotan di berbagai platform media, terutama seiring dengan dampak pandemi dan perubahan lanskap ekonomi. Menurut data terbaru, sektor teknologi telah mengalami PHK masif, dengan lebih dari 240.000 pekerja yang terdampak, termasuk di dalamnya perusahaan besar seperti Meta, Amazon, dan Google. Di Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan lebih dari 10.000 pekerja di PHK sepanjang tahun 2023, dan mengejutkannya, sekitar 65% dari jumlah tersebut adalah pekerja Gen Z yang berusia di bawah 25 tahun.
Berikut adalah lima fakta mengejutkan mengapa generasi Z menjadi sasaran empuk PHK:
Minimnya Pengalaman Kerja: Generasi Z baru memasuki dunia kerja dan sering kali dianggap masih dalam tahap belajar. Hal ini membuat mereka lebih rentan terkena PHK dibandingkan dengan karyawan yang lebih berpengalaman. Perusahaan cenderung lebih memilih untuk mempertahankan karyawan yang sudah memiliki pengalaman dan kemampuan yang terbukti.
Keinginan untuk Fleksibilitas: Survei dari Microsoft Work Trend Index menunjukkan bahwa sebesar 58% generasi Z menginginkan fleksibilitas dalam bekerja dan keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik. Namun, harapan ini sering kali bertentangan dengan budaya kerja tradisional perusahaan yang mungkin belum beradaptasi sepenuhnya dengan tuntutan generasi muda ini.
Ekspektasi Gaji yang Tinggi: Survei JobStreet Indonesia mengungkapkan bahwa 72% generasi Z berharap untuk menerima gaji di atas rata-rata industri ketika baru lulus. Ketidaksesuaian antara ekspektasi gaji dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi tuntutan ini menjadi salah satu faktor penyebab tingginya angka PHK di kalangan mereka, terutama di masa pemulihan ekonomi pascapandemi.
Keterampilan yang Belum Memadai: Laporan dari World Economic Forum menyatakan bahwa 50% pekerja global membutuhkan peningkatan keterampilan. Di sisi lain, laporan Bank Dunia mencatat bahwa 52% perusahaan di Indonesia kesulitan menemukan tenaga kerja dengan keterampilan yang sesuai. Situasi ini memperburuk peluang kerja bagi generasi Z, yang mungkin terjebak dalam keterampilan yang tidak relevan dengan kebutuhan pasar.
- Perbedaan Nilai dan Budaya Kerja: Riset Gallup Workplace menunjukkan bahwa generasi Z lebih mengutamakan makna dalam pekerjaan mereka dibandingkan generasi sebelumnya. Ketika nilai-nilai mereka tidak sejalan dengan budaya perusahaan, konflik dapat terjadi, yang berpotensi membuat mereka lebih rentan terhadap PHK, terutama ketika perusahaan melakukan penyesuaian untuk mempertahankan karyawan yang lebih selaras dengan visi dan misi mereka.
Di Indonesia, situasi semakin rumit dengan kondisi ekonomi makro. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di kalangan usia 20-24 tahun mencapai 14,2% pada tahun 2023. Inflasi dan perlambatan ekonomi mendorong perusahaan untuk lebih selektif dalam mempertahankan karyawan, membuat generasi Z berada pada posisi yang lebih rentan dalam pasar tenaga kerja. Perubahan ini menuntut perhatian serius dari berbagai pemangku kepentingan untuk mencari solusi yang berkelanjutan guna melindungi masa depan generasi yang sangat berpotensi ini.