Para pemangku kebijakan di Indonesia diimbau untuk mengintegrasikan perspektif arkeologis ke dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik. Imbauan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat, dalam sambutannya pada acara Kongres Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) dan Seminar Nasional Arkeologi di Yogyakarta, pada 3 Februari 2025. Menurutnya, sudah saatnya organisasi profesi berperan aktif dalam mengingatkan pemangku kepentingan tentang pentingnya perspektif arkeologis.
“Belajar dari berbagai pengalaman yang mengabaikan perspektif arkeologis, ini adalah pekerjaan rumah yang perlu kita tuntaskan bersama,” ujar Lestari. Dia menekankan bahwa pelaksanaan amanat konstitusi, khususnya Pasal 32 UUD 1945 yang mengamanatkan negara untuk memajukan kebudayaan nasional, harus menjadi perhatian bersama dalam setiap pengambilan kebijakan.
Kebijakan yang mencakup pemajuan budaya juga harus melibatkan data arkeologi. Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan bahwa data arkeologi seharusnya menjadi salah satu dasar dalam merencanakan kawasan, termasuk perencanaan tata ruang dan pengembangan wilayah. Dengan demikian, diperlukan upaya kolaboratif yang melibatkan semua pihak untuk mengedukasi dan menumbuhkan political will di kalangan pemangku kepentingan.
Secara lebih luas, Rerie yang merupakan anggota Komisi X DPR RI menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi arkeologi di Indonesia saat ini. Berikut adalah beberapa tantangan penting yang perlu diatasi:
Regulasi yang Tidak Efektif: Banyak regulasi yang ada tidak mendukung pelestarian warisan budaya secara optimal.
Pengelolaan Situs yang Buruk: Banyak situs arkeologi yang tidak dikelola dengan baik, mengakibatkan kerusakan dan kehilangan nilai sejarah.
Kurangnya Kolaborasi Antar Disiplin Ilmu: Keterlibatan berbagai disiplin ilmu dalam kajian arkeologi masih sangat minim, sehingga mengurangi efektivitas penelitian.
Infrastruktur yang Buruk: Sarana dan prasarana yang tidak memadai menghambat pengembangan penelitian arkeologi.
- Sumber Daya Terbatas: Keterbatasan sumber daya manusia dan finansial mengurangi kemampuan pengelolaan warisan budaya.
Rerie juga mengingatkan bahwa arkeologi dan peninggalan masa lalu merupakan sumber inspirasi dan pembelajaran penting bagi generasi penerus bangsa. Dalam konteks ini, kebijakan yang memperhatikan warisan budaya tidak hanya akan membantu melestarikan identitas bangsa tetapi juga memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang lebih luas.
Dengan demikian, mengintegrasikan perspektif arkeologis dalam kebijakan publik bukanlah sekadar langkah administratif, tetapi juga sebuah tanggung jawab moral untuk menjaga dan merawat kekayaan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menjamin bahwa warisan budaya Indonesia tetap hidup dan relevan dalam konteks peradaban dunia yang terus berkembang.