Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Suhartono, M.Pd, baru-baru ini mengungkapkan analisis menarik mengenai pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya tindakan anti-korupsi. Dalam orasi ilmiah yang disampaikan pada 22 Desember 2024 di Unesa, Suhartono menyoroti ungkapan Prabowo yang menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi koruptor di Indonesia.
Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo pada Peringatan Hari Guru Nasional, di mana ia menyampaikan sikap tegasnya terhadap korupsi. Prabowo menyatakan, “Korupsi harus berhenti di Republik Indonesia. Kabinet Merah Putih, pemerintah yang saya pimpin, tidak akan ada toleransi kepada korupsi dan pencurian dan penyelewengan.” Suhartono mencatat bahwa ungkapan tersebut merupakan bahasa perintah yang bersifat direktif, tidak memberikan pilihan kepada para pelaku korupsi.
Suhartono menilai bahwa kalimat Prabowo secara jelas mengekspresikan kemarahan dan ketidakpuasan terhadap hukuman ringan yang dijatuhkan kepada pelaku korupsi oleh pihak pengadilan. Ia mendesak agar para pelaku korupsi dijatuhi vonis yang berat, bahkan hingga 50 tahun penjara. Dalam analisanya, Suhartono menjelaskan bahwa ungkapan ini menunjukkan tidak adanya kedekatan psikologis antara Prabowo dan koruptor, melainkan lebih cenderung kepada sikap marah dan penuh perintah.
Dari sudut pandang pendidikan, Suhartono juga mengaitkan masalah korupsi dengan tingkat pendidikan masyarakat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenjang pendidikan dan persepsi korupsi. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi pula persepsi mereka terhadap praktik korupsi. Hal ini menggambarkan potensi kerugian yang ditimbulkan oleh praktik korupsi, seperti kebocoran data yang mencapai 100 triliun rupiah yang dapat dialokasikan untuk menciptakan universitas gratis di berbagai daerah.
Suhartono menjelaskan bahwa pragmatika, sebagai ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa, sangat relevan dalam konteks ini. Ia berencana untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai pragmatik dan akan menggabungkan disiplin ini dengan berbagai bidang lain seperti neurologi, sosiologi, dan psikologi untuk mendapatkan wawasan yang mendalam mengenai fenomena kebahasaan.
Pernyataan Prabowo yang menekankan antikorupsi telah menjadi topik yang sangat aktual dan relevan untuk dibahas, terutama dalam konteks kepentingan nasional. Melalui analisis ini, Suhartono berharap bahwa pemahaman tentang penggunaan bahasa dalam konteks sosial dapat membantu masyarakat menerjemahkan pesan-pesan penting mengenai anti-korupsi dan meningkatkan kesadaran akan isu korupsi di Indonesia.