Seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk guru di Indonesia menimbulkan isu terkait keberadaan guru honorer siluman. Banyak yang menduga sejumlah peserta seleksi merupakan individu yang tidak pernah mengajar namun tercatat sebagai guru aktif. Namun, pernyataan tersebut mendapat bantahan tegas dari Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Temu Ismail.
Dalam sesi Gelar Wicara: Tanya Jawab Seleksi ASN PPPK Guru yang ditayangkan melalui YouTube Ditjen GTK Kemdikbud RI pada 14 Januari 2025, Temu Ismail mengungkapkan bahwa semua peserta seleksi PPPK telah memenuhi syarat dengan pengalaman mengajar minimal dua tahun. "Hal itu tidak benar, sebetulnya dalam hal pendataan itu sudah ada dalam surat pertanggungjawaban mutlak yang diterbitkan kepala instansi," tegasnya.
Kendati demikian, Temu juga mengakui adanya masalah dalam pendataan yang membuat beberapa guru yang seharusnya memenuhi syarat belum terdaftar secara akurat dalam sistem. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh kekurangan dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang mengakibatkan guru yang telah mengajar lebih dari dua tahun tidak terdata dengan baik.
Beberapa poin penting yang perlu dicatat mengenai isu ini antara lain:
-
Syarat Mengajar Dua Tahun: Peraturan mengharuskan guru yang mengikuti seleksi PPPK memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya dua tahun. Ini bertujuan untuk menjamin kualitas dan kompetensi para calon guru.
-
Masalah Pendataan: Temu Ismail menyatakan bahwa tantangan utama terletak pada pengelolaan data di Dapodik. Ketika guru berpindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya, masa pengajaran mereka dari sekolah sebelumnya tidak terakumulasi, sehingga mengganggu keakuratan data yang tercatat.
-
Perhatian Pada Data Akurat: Temu menegaskan pentingnya koordinasi guna memastikan data guru yang lebih akurat ke depannya. “Jadi, karena perpindahan satu sekolah ke sekolah lain itu tidak terakumulasi,” pungkasnya, menyoroti perlunya sistem yang lebih baik dalam pengelolaan data.
- Komitmen Kemdikbud: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI berkomitmen untuk menanggulangi permasalahan ini agar tidak ada lagi keraguan mengenai keikutsertaan guru dalam seleksi PPPK.
Fenomena guru honorer siluman menjadi isu sensitif yang tidak hanya berdampak pada persepsi publik tetapi juga pada kepercayaan terhadap seleksi PPPK itu sendiri. Dengan adanya bantahan dari pihak kementerian dan penekanan pada pentingnya data yang akurat, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami proses seleksi yang dilakukan. Temu Ismail menekankan, “Tidak usah khawatir karena ini menjadi perhatian kita semua untuk datanya di Dapodik,” menunjukkan tekad Kemdikbud untuk memperbaiki sistem demi masa depan pendidikan di Indonesia.
Ketidakakuratan dalam data guru berpotensi menggunaikan keadilan bagi para calon peserta yang telah memenuhi syarat. Melalui tindakan perbaikan yang konkrit, diharapkan ke depannya hati masyarakat dan calon peserta seleksi dapat lebih tenang dan percaya pada proses seleksi yang transparan dan adil.