Hasil Riset GRS 2021-2023: AII Siap Hilirisasi di Atas 50%

Asosiasi Inventor Indonesia (AII), bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), baru saja menyelenggarakan sosialisasi hasil riset Program Grant Riset Sawit (GRS) untuk periode 2021-2023. Dari total 16 invensi yang diuji, sebanyak 9 di antaranya telah meraih Letter of Intent (LoI) atau surat kesepakatan sementara, yang menunjukkan kesiapan mereka untuk tahap hilirisasi. Sementara itu, 4 invensi lainnya telah menandatangani Non-Disclosure Agreement (NDA) untuk melindungi informasi rahasia, dan 2 invensi masih dalam proses menuju kesepakatan NDA.

Ketua Umum AII, Didiek Hadjar Goenadi, menekankan bahwa meskipun proses komersialisasi riset berjalan lambat, peran AII adalah menjembatani para inventor dengan investor. "Proses komersialisasi hasil riset itu tidak semudah membalik tangan, meski ada hitung-hitungan ekonominya. Tugas kami adalah memastikan para investor yakin tidak hanya pada teknologi, tetapi juga pada potensi ekonominya," ungkap Didiek dalam seminar tersebut.

Proses hilirisasi ini tidak terlepas dari berbagai kendala, terutama terkait peraturan yang tidak sinkron antara sektor-sektor yang berbeda. Didiek berharap pemerintah memberikan perhatian lebih agar hasil riset yang dihasilkan oleh anak bangsa dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Sejak tahun 2019 hingga 2023, AII telah membantu 45 invensi dari riset GRS untuk mendapatkan komitmen dari industri.

Berikut adalah poin-poin penting mengenai perkembangan hilirisasi hasil riset GRS:

  1. Jumlah Invensi: Dari 16 invensi yang diteliti, lebih dari separuhnya telah siap untuk hilirisasi.

  2. Letter of Intent (LoI): 9 invensi telah memperoleh LoI, yang memfasilitasi langkah lanjut dalam komersialisasi.

  3. Perjanjian NDA: 4 invensi menandatangani NDA, sedangkan 2 lainnya dalam proses. NDA ini berfungsi untuk melindungi kerahasiaan teknologi dari pihak ketiga.

  4. Tantangan Komersialisasi: Proses tidak selalu berjalan mulus karena memerlukan dana dan banyak perhatian terhadap detail, dari pemrosesan hingga pemasaran produk.

Mohammad Alfansyah, Direktur Penyaluran Dana BPDP, menambahkan bahwa meskipun perubahan nomenklatur dari BPDPKS menjadi BPDP terjadi, program pengembangan riset tetap berjalan dengan baik. Bidang penelitian kini lebih luas, mencakup kelapa, cocoa, dan karet. Oleh karena itu, para inventor kini bisa mengajukan proposal riset untuk dukungan pendanaan.

Dia mengungkapkan, “Tidak ada alokasi khusus untuk dana penelitian, angka tergantung proposal yang diajukan. Namun, tahun lalu anggaran mungkin sekitar Rp90 miliar.”

Alfansyah menegaskan pentingnya penelitian ini, terutama dalam menghadapi tantangan global dan meningkatkan daya saing produk berbasis kelapa sawit. Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, Lila Harsya Bakhtiar, juga memberikan dukungannya terhadap acara ini dengan menekankan pentingnya komersialisasi riset untuk memperkuat ekonomi nasional.

Lila mencatat, dengan hilirisasi yang baik, Indonesia kini telah mengekspor lebih dari 93 persen produk kelapa sawit dalam bentuk olahan. Hal ini menjadi indikator positif bagi pengembangan industri sawit ke depan.

CEO Agro Investama Group, Petrus Tjandra, berbagi pengalaman mengenai penggunaan alat Torsiplus, sebuah inovasi yang dapat menghemat penggunaan bahan bakar hingga 30 persen. Dia optimis alat ini bisa di produksi masal, mendukung penghematan biaya dan menurunkan emisi gas rumah kaca.

Dengan keberhasilan sosialisasi hasil riset GRS 2021-2023 ini, jelas bahwa inovasi dan kolaborasi antara inventor dengan pihak industri dan pemerintahan merupakan kunci menuju hilirisasi yang sukses, serta mendorong pemanfaatan hasil riset untuk kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

Berita Terkait

Back to top button