Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memangkas anggaran perjalanan dinas luar negeri hingga 50 persen bagi kalangan pejabat. Kebijakan ini bertujuan untuk mengalihkan dana tersebut ke sektor infrastruktur demi kepentingan masyarakat. Namun, Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyudi Kumorotomo, menilai bahwa kebijakan ini sulit diterapkan dalam praktik.
Wahyudi menjelaskan bahwa dalam Kabinet Merah Putih untuk periode 2024-2029 terdapat 48 kementerian dan lima badan, jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan Kabinet Indonesia Maju sebelumnya yang hanya terdiri dari 34 kementerian. Penambahan kementerian ini, menurutnya, menyiratkan bahwa penghematan anggaran perjalanan dinas tidaklah realistis. Ia berpendapat, “Kabinet sekarang tidak mungkin lebih hemat daripada kabinet sebelumnya karena, dengan lebih banyak kementerian, kebutuhan untuk membiayai birokrasi juga meningkat.”
Penyebutan kementerian yang baru dibentuk juga menjadi perhatian, di mana adanya 14 kementerian baru diperkirakan akan memerlukan anggaran lebih besar dibandingkan dengan saat ini. Selain itu, beberapa kementerian lainnya juga meminta tambahan anggaran demi menunjang program-programnya, seperti Kementerian Hak Asasi Manusia yang meminta rombakan anggaran dari Rp64 miliar menjadi Rp20 triliun.
Lebih lanjut, Wahyudi menilai pentingnya melakukan evaluasi terhadap rencana anggaran sebelum ada pemangkasan sekaligus menyoroti bahwa anggaran yang ada seharusnya difokuskan pada belanja modal dan bukan hanya pada belanja pegawai. “Pastikan bahwa anggaran diprioritaskan untuk belanja modal,” tegasnya, serta mencatat bahwa saat ini banyak kementerian menghabiskan anggaran untuk kegiatan yang tidak produktif.
Beberapa poin penting berkaitan dengan masalah ini meliputi:
1. Perjalanan dinas yang tidak perlu dapat dialihkan untuk keputusan yang lebih memberikan manfaat.
2. Kementerian yang sangat bergantung pada perjalanan dinas, seperti Kementerian Luar Negeri, tidak dapat dipangkas anggarannya tanpa merugikan kinerja diplomasi.
3. Sektor yang penting seperti kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial perlu mendapatkan alokasi yang lebih besar, yang berlawanan dengan data RAPBN 2025 di mana anggaran untuk sektor-sektor tersebut mengalami pemangkasan.
Wahyudi mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan efisiensi anggaran dengan serius, termasuk melakukan reformasi birokrasi yang menyeluruh. Kebijakan pemangkasan anggaran tanpa mengubah perilaku birokrasi, menurutnya, tidak akan mendatangkan hasil yang memuaskan. Wahyudi menekankan bahwa peningkatan kinerja pegawai harus menjadi indikator utama untuk setiap kebijakan penghematan yang diterapkan.
Dengan perubahan dan tantangan anggaran yang ada, Wahyudi berharap pemerintah tidak hanya fokus pada penghematan, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan riil demi mencapai kinerja yang lebih baik. Jika penghematan anggaran tidak dibarengi dengan rencana yang jelas dan reformasi yang efektif, khawatir dampaknya terhadap pengelolaan dan layanan publik bisa jadi merugikan.