Industri otomotif Indonesia menghadapi tantangan besar memasuki tahun 2025 seiring dengan berlakunya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang resmi diterapkan mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini menjangkau sejumlah barang mewah, termasuk kendaraan bermotor, dan diperkirakan akan memberikan dampak signifikan terhadap penjualan dan pertumbuhan sektor otomotif.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) telah merevisi target penjualan mobil akibat penurunan performa pasar yang terlihat sepanjang 2024. Dari target awal 1,1 juta unit, kini target tersebut diturunkan menjadi 850.000 unit. Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto, mengungkapkan kekhawatirannya terkait dampak kenaikan PPN 12% yang ditambah dengan kebijakan opsen pajak dan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5% di tahun yang sama. Ia menyebutkan, “Kami perkirakan akan semakin sulit untuk mendapatkan angka-angka penjualan yang baik.”
Kondisi penjualan mobil di Indonesia pada 2024 menunjukkan tren negatif. Sepanjang Januari hingga November 2024, penjualan mobil secara wholesales tercatat mencapai 784.788 unit, turun 14,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penjualan ritel juga mengalami penurunan 11,2%, menjadikan angka total penjualan pada periode ini menjadi 806.721 unit.
Kenaikan berbagai pungutan pajak, termasuk Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), menjadi penyebab lain yang menambah beban konsumen. Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus, menjelaskan bahwa kenaikan PPN, UMP, dan berbagai biaya lainnya berpotensi menaikkan harga mobil hingga 9%. Hal ini dapat membuat kendaraan lebih sulit dijangkau oleh konsumen, terutama bagi mereka yang penghasilan tetapnya belum mengalami peningkatan.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan jumlah masyarakat kelas menengah, yang tercatat menjadi 47,85 juta pada 2024, dibandingkan angka 57,33 juta pada 2019. Penurunan ini berkontribusi terhadap proyeksi penjualan yang kurang optimis. Yannes menyatakan bahwa tanpa adanya kebangkitan ekonomi yang nyata, proyeksi penjualan mobil pada tahun 2025 bisa turun hingga 30%, yang setara dengan penjualan sekitar 500.000 unit—sebuah angka yang mengingatkan pada masa-masa sulit saat pandemi Covid-19.
Dengan berbagai faktor yang membebani industri otomotif, termasuk perubahan kebijakan pajak dan kondisi ekonomi, masa depan pasar otomotif di Indonesia tampak semakin menantang menjelang 2025. Para pelaku industri dan konsumen harus bersiap menghadapi dampak dari kebijakan baru ini, sembari mengawasi perkembangan yang akan datang untuk menemukan solusi dalam menghadapi tantangan yang ada.