Kesadaran masyarakat tentang masalah kesehatan jantung, terutama aritmia, masih sangat rendah. Hal ini terungkap melalui kisah seorang dokter yang mengalami langsung situasi di mana pasiennya tidak dirujuk ke dokter jantung, tetapi justru ke psikiater. Cerita tersebut dibagikan oleh dr. Ignatius Yansen Ng, konsultan intervensi jantung dan aritmia dari Eka Hospital BSD, dalam sebuah acara media gathering baru-baru ini.
Menurut dr. Ignatius, seorang pasien wanita mengeluhkan detak jantung yang berdebar kencang. Sayangnya, suaminya tidak mempercayai keluhan tersebut dan menganggap istri hanya mengalami kecemasan atau overthinking akibat tekanan mental. Bukannya dibawa ke dokter jantung, wanita itu justru dibawa ke psikiater.
“Setiap kali dibawa ke dokter jantung, dia bilang normal. Masalahnya, saat berdebar, pasien tidak dapat pergi ke dokter karena saat itu detaknya sudah kembali normal,” ungkap dr. Ignatius. Hal ini membuat dokter tidak dapat mendeteksi adanya masalah kesehatan yang serius. Dalam banyak kasus, perempuan yang mengalami detak jantung kencang sering kali dipandang memiliki masalah mental alih-alih masalah fisik pada jantung mereka.
Kondisi yang mengkhawatirkan ini terus berlanjut hingga suatu ketika, saat detak jantungnya meroket hingga 200 kali per menit. Pada saat itu, sang suami diajak untuk memeriksa nadi istrinya. “Barulah dia percaya saat pegang nadinya dan merasakan detak jantung begitu cepat,” tambahnya. Akhirnya, pasien dibawa ke dr. Ignatius, di mana dilakukan pemeriksaan arus listrik jantung dan prosedur ablasi untuk mengatasi gangguan irama jantung.
Fenomena ini menunjukkan masih banyak masyarakat yang keliru dalam memahami gejala yang ditunjukkan oleh tubuh. Aritmia, yang merupakan gangguan pada impuls listrik yang mengatur detak jantung, dapat membuat jantung berdetak terlalu cepat, lambat, atau tak beraturan. Dr. Ignatius menjelaskan bahwa jantung yang sehat memiliki ritme berdetak antara 60-100 kali per menit, dan mampu memompa darah ke seluruh tubuh.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk tidak mengabaikan tanda-tanda yang menunjukkan masalah kesehatan jantung. Beberapa gejala yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Jantung berdebar tanpa sebab yang jelas, baik saat beraktivitas maupun istirahat.
2. Rasa nyeri di dada yang diikuti dengan sesak napas.
3. Gejala lain seperti pusing atau bahkan pingsan yang tidak dapat dijelaskan.
Faktor yang berkontribusi terhadap diagnosis yang salah ini sering kali adalah presentasi yang tidak konsisten dari gejala. Banyak pasien merasa bahwa saat mereka pergi ke dokter, gejala tersebut hilang, sehingga tidak terdiagnosis dengan benar. Menurut dr. Ignatius, banyak penyedia layanan kesehatan di Indonesia merekomendasikan pemakaian smartwatch untuk memantau detak jantung secara real-time sebagai langkah pencegahan.
Kesadaran akan pentingnya pengenalan gejala aritmia semakin mendesak, karena banyak yang salah kaprah mengaitkan gejala ini dengan kesehatan mental. Ini menunjukkan perlunya edukasi lebih lanjut mengenai masalah kesehatan jantung di kalangan masyarakat. Dengan pengenalan gejala dini dan penanganan yang tepat, risiko komplikasi dapat diminimalisir dan kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan.