Kesehatan

Penyebab Gangguan Pendengaran pada Anak dan Solusi dari Unusa

Gangguan pendengaran pada anak menjadi perhatian serius dalam kesehatan anak. Menurut dr. Rizka Dany Afina, Sp.T.H.T.B.K.L, seorang dosen Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang perlu diwaspadai orangtua. Penting untuk melakukan skrining pendengaran setelah kelahiran agar masalah ini dapat terdeteksi lebih awal dan ditangani dengan tepat.

Telinga, sebagai organ vital dalam menerima dan mengantarkan suara, terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, tengah, dan dalam. Gangguan pada salah satu bagian ini dapat mempengaruhi kemampuan pendengaran anak. Berdasarkan penyebabnya, gangguan pendengaran pada anak terbagi ke dalam beberapa tipe, antara lain:

  1. Gangguan Pendengaran Tipe Saraf: Tipe ini disebabkan oleh disfungsi saraf pendengaran bagian dalam atau koklea. Dalam banyak kasus, gangguan pendengaran jenis ini terjadi secara kongenital atau bawaan. Hal ini sering kali diakibatkan oleh infeksi pada ibu selama masa kehamilan, terutama pada minggu keempat hingga kelima kehamilan. Beberapa infeksi yang dapat memengaruhi ini adalah rubella dan toksoplasma.

  2. Gangguan Pendengaran Tipe Konduksi: Tipe ini berkaitan dengan masalah dalam mengirimkan suara dari telinga luar ke telinga tengah. Salah satu penyebab yang umum adalah adanya sumbatan serumen atau kotoran telinga, yang dapat menyebabkan gangguan pengahantaran bunyi.

  3. Gangguan Pendengaran Tipe Campuran: Ini merupakan kombinasi antara gangguan konduksi dan saraf.

Dr. Rizka menyarankan agar para ibu yang memiliki riwayat infeksi selama kehamilan, atau bayi yang lahir dengan berat badan rendah, prematur, atau memiliki cacat bawaan lainnya, sebaiknya melakukan pemeriksaan pendengaran. Skrining pendengaran idealnya dilakukan dalam waktu 1-2 hari setelah lahir menggunakan alat Otoacoustic Emission (OAE). Jika hasil skrining menunjukkan adanya kemungkinan gangguan, pemeriksaan lebih mendetail dianjurkan dilakukan pada bulan ketiga setelah lahir.

Penanganan dini sangat krusial. Dr. Rizka menjelaskan, "(…) jika masih terdapat kelainan, direncanakan untuk habilitasi pendengaran sebelum bayi berusia 6 bulan." Dengan intervensi yang cepat, anak berpotensi untuk berkomunikasi lebih baik, tidak mengalami kesulitan di sekolah, dan bermain dengan teman sebaya tanpa hambatan.

Terdapat juga faktor-faktor lain yang berpotensi menyebabkan gangguan pendengaran pada anak dan dewasa, seperti kebiasaan mengorek telinga, yang bisa mengakibatkan bengkaknya liang telinga. Selain itu, paparan suara keras dari penggunaan earphone dalam waktu lama juga dapat merusak kesehatan telinga, yang berakibat pada penurunan fungsi pendengaran seiring bertambahnya usia, yang dikenal dengan presbikusis.

Untuk mencegah gangguan pendengaran, dr. Rizka menganjurkan agar tidak mengorek telinga dan melakukan pemeriksaan rutin setiap enam bulan. Kesadaran terhadap gejala dan pentingnya pemeriksaan pendengaran sangat diperlukan agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Pendengaran yang baik tidak hanya mendukung keterampilan komunikasi, tetapi juga berkontribusi pada perkembangan mental dan sosial anak.

Aditya Rahman adalah penulis di situs cungmedia.com. Cung Media adalah portal berita dan media online yang menyajikan informasi terkini, menarik, dan viral seputar peristiwa lokal hingga nasional dengan gaya yang informatif dan mudah diakses.

Berita Terkait

Back to top button