Sejak pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2024 tentang pengubahan sistem kelas pada BPJS Kesehatan, publik mulai berspekulasi tentang dampak perubahan tersebut terhadap iuran yang harus dibayar oleh peserta. Sistem kelas 1, 2, dan 3 yang sebelumnya ada akan dihapus pada Juli 2025, dan hal ini tentunya menarik perhatian banyak pihak, terutama calon peserta BPJS Kesehatan.
Penghapusan sistem kelas ini membawa pertanyaan besar: bagaimana dengan iuran yang akan dibebankan kepada masyarakat? Menurut informasi yang didapat, hingga saat ini belum ada perubahan resmi terkait skema iuran BPJS Kesehatan. Iuran yang berlaku masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2022, sehingga masyarakat diharapkan tetap memperhatikan informasi terbaru dari pemerintah terkait hal ini.
Dalam skema iuran BPJS Kesehatan, berikut adalah rinciannya yang diambil dari situs resmi BPJS Kesehatan:
Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU):
- Di Lembaga Pemerintahan dan non-pemerintahan: iuran sebesar 5 persen dari gaji per bulan, dengan 4 persen dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1 persen oleh peserta.
- Di BUMN, BUMD, dan Swasta: skema yang sama dengan di atas.
Keluarga Tambahan:
- Iuran untuk keluarga tambahan (empat anak, ayah, ibu, mertua) sebesar 1 persen dari gaji per bulan, yang dibayar oleh pekerja penerima upah.
Kerabat dan Bukan Pekerja:
- Iuran untuk perawatan kelas III sekitar Rp42.000 per orang per bulan.
- Kelas II sebesar Rp100.000 per orang per bulan.
- Kelas I sebesar Rp150.000 per orang per bulan.
- Veteran dan Kelompok Rentan:
- Iuran bagi veteran atau perintis kemerdekaan adalah 5 persen dari 45 persen gaji pokok PNS golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun, yang dibayar oleh pemerintah.
Pembayaran iuran harus dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Penting untuk dicatat, tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran selama belum ada layanan rawat inap dalam 45 hari pertama setelah kepesertaan diaktifkan, namun denda mulai diberlakukan setelahnya.
Selain isu tentang penghapusan kelas dan kemungkinan kenaikan iuran, kenyataan bahwa Menteri Kesehatan Budi Gunadi merekomendasikan masyarakat untuk menggunakan asuransi swasta menimbulkan berbagai reaksi. Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan bahwa langkah ini menciptakan kesan inkonsistensi pemerintah dalam menjamin kesehatan publik. Hal ini berpotensi mengurangi kepercayaan masyarakat kepada program Jaminan Kesehatan Nasional yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
"Imbauan tersebut seolah menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam menangani masalah kesehatan rakyat," ungkap Trubus. Ia memperingatkan bahwa hal ini tidak sejalan dengan janji pemerintah melalui peraturan yang mendukung kesehatan sebagai tanggung jawab negara.
Kepastian mengenai iuran BPJS Kesehatan 2025 masih menjadi tanda tanya besar. Masyarakat diharapkan untuk selalu memperbarui informasi dan mengikuti perkembangan dari pemerintah, terutama menjelang penghapusan sistem kelas yang dijadwalkan berlaku pada pertengahan tahun 2025. Pada akhirnya, keputusan ini akan sangat mempengaruhi bagaimana akses sistem kesehatan bagi rakyat Indonesia ke depannya.