Mitos yang mengatakan bahwa mata manusia hanya bisa melihat hingga 60 frame per detik (FPS) sudah lama beredar dalam komunitas gamer dan diskusi tentang tampilan layar. Namun, pernyataan ini tidak sepenuhnya akurat. Pada dasarnya, kemampuan melihat manusia tidak terukur dalam frame per detik, melainkan lebih kepada aliran informasi kontinu yang diterima oleh mata dan diteruskan ke otak sebagai sinyal listrik.
Dalam konteks teknologi, frame per detik adalah alat ukur yang digunakan untuk mengindikasikan seberapa cepat gambar muncul di layar. Setiap “frame” itu sebetulnya adalah gambar diam, dan 60 FPS berarti 60 gambar diam muncul dalam satu detik. Sebaliknya, penglihatan manusia tidak bekerja berdasarkan frame, melainkan melalui aliran informasi berkesinambungan.
Penggunaan istilah hertz (Hz) juga sering dijumpai. Ini merujuk pada batas perangkat keras yang menentukan seberapa sering sebuah layar dapat memperbarui gambarnya. Sebuah monitor dengan refresh rate 45 Hz, misalnya, dapat mengalami masalah seperti tearing atau frame skipping saat dipaksa memutar video dengan 60 FPS. Karenanya, gamer sering membutuhkan monitor dengan refresh rate di atas 120 Hz untuk menghindari efek blur atau flicker pada tampilan yang lebih rendah.
Mitos mengenai batas penglihatan manusia ini kemungkinan besar berakar dari praktik industri perfilman, di mana sebagian besar film dibuat dengan frame rate 24 FPS. Angka ini dianggap cukup untuk memberikan kesan gerakan yang alami tanpa membebani biaya produksi. Seiring waktu, kita menjadi terbiasa dengan standar 24 FPS ini, dan angka ini berevolusi menjadi 60 FPS dalam banyak diskusi.
Namun, jika kita berbicara tentang batasan sebenarnya dari kemampuan mata manusia dalam melihat, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Sebuah pendekatan yang lebih bijak adalah bertanya kapan kita mulai merasakan perbedaan antara level FPS. Umumnya, perbedaan antara 30 FPS dan 60 FPS cukup terlihat, terutama pada konten cepat seperti video game. Namun, ketika FPS meningkat di atas tingkat tertentu, perbedaannya semakin sulit dikenali. Misalnya, perbedaan antara 220 FPS dan 250 FPS mungkin tidak begitu terasa.
Berkaitan dengan sensitivitas individu, ada variasi yang signifikan dalam kemampuan penglihatan dan kepekaan terhadap gerakan. Beberapa orang dapat mendeteksi flicker pada tingkat hingga 500 Hz, meskipun kondisi pengujian tidak mencerminkan situasi sehari-hari yang normal. Penelitian yang dilakukan oleh Angkatan Udara AS juga menunjukkan bahwa pilot dapat memahami informasi visual pada kecepatan yang jauh lebih tinggi daripada 60 atau 90 FPS.
Dengan demikian, meskipun banyak yang mempercayai bahwa mata manusia tidak dapat melihat lebih dari 60 FPS, kenyataannya lebih kompleks. Variasi individu, kondisi lingkungan, dan jenis konten semuanya berkontribusi pada cara kita merasakan perbedaan dalam frame rate. Oleh karena itu, penting untuk tidak terjebak pada mitos yang tidak berdasar dan lebih memahami bagaimana penglihatan manusia bekerja dalam konteks teknologi modern.