Akademisi dari Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, mempertanyakan efektivitas kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai hasil tembakau sebagai strategi untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia. Dalam kajian yang dilakukan oleh timnya, Joko mengekspresikan bahwa kenaikan tarif cukai justru tidak mengubah kebiasaan merokok masyarakat. Sebaliknya, banyak konsumen beralih ke produk rokok dengan harga lebih murah, bukannya menghentikan atau mengurangi konsumsi mereka.
“Hasil kajian tersebut telah mematahkan argumentasi bahwa kenaikan tarif cukai sebagai instrumen untuk mendorong seseorang berhenti merokok,” ujar Joko dalam pernyataannya. Data menunjukkan bahwa meskipun tarif cukai dan harga rokok golongan 1 mengalami kenaikan signifikan, konsumsi rokok tetap stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa perokok cenderung mencari alternatif harga yang lebih murah, yang berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Peredaran rokok ilegal menjadi ancaman serius bagi industri rokok legal di Indonesia. Joko mengingatkan bahwa jika peredaran rokok ilegal tidak ditindaklanjuti dengan tepat, risiko penurunan produksi, berkurangnya jumlah pabrik, dan dampak negatif terhadap penerimaan negara dapat terjadi. Dengan kondisi ini, pemerintah dituntut untuk tak hanya mengandalkan kenaikan tarif cukai, tetapi juga memikirkan kebijakan yang lebih menyeluruh dan efektif.
Dalam upayanya untuk mengendalikan konsumsi rokok, Joko menyarankan beberapa langkah strategis yang bisa diambil oleh pemerintah. Pertama, peningkatan pengawasan dan penindakan terhadap peredaran rokok ilegal perlu dilakukan secara tegas. Hal ini termasuk penegakan hukum yang lebih baik untuk mencegah penyelundupan barang ilegal ke pasar.
Kedua, perlu adanya strategi harga yang seimbang antar golongan rokok. Melalui pengaturan harga yang lebih adil, diharapkan konsumen tidak tergoda untuk beralih ke produk ilegal yang lebih murah.
Ketiga, edukasi kesehatan yang masif kepada masyarakat mengenai risiko bahaya merokok harus diperkuat. Dengan memberikan informasi yang cukup, diharapkan masyarakat bisa lebih sadar tentang dampak buruk dari kebiasaan merokok.
Joko menambahkan, “Dengan pendekatan ini, kebijakan fiskal dapat lebih efektif dalam mengendalikan konsumsi rokok sekaligus meminimalkan dampak negatif terhadap industri dan pendapatan negara.”
Akhirnya, penting untuk menyadari bahwa pengendalian konsumsi rokok di Indonesia tidak hanya bergantung pada kebijakan fiskal. Aspek keberlanjutan industri rokok kecil, penanggulangan rok0k ilegal, serta penggunaan pendekatan berbasis data dalam pengendalian konsumsi menjadi krusial dalam mencapai tujuan jangka panjang. Diperlukan kolaborasi yang erat antara pemerintah, industri, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan.