Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan bahwa wajib pajak yang telah melakukan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 12 persen akan mendapatkan pengembalian kelebihan pajak. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, dalam media briefing pada 2 Januari 2025. Suryo menjelaskan bahwa tarif PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah.
DJP saat ini sedang menyusun skema pengembalian untuk kelebihan pembayaran pajak tersebut. “Prinsipnya, jika sudah dipungut lebih, maka harus dikembalikan,” ujar Suryo. Ia menambahkan bahwa ada beberapa cara untuk pengembalian, apakah langsung kepada wajib pajak atau melalui perbaikan faktur pajak.
Beberapa langkah yang telah diambil DJP terkait pengembalian ini antara lain:
- Pengaturan Proses: DJP sedang merancang proses yang jelas untuk mengatur pengembalian kelebihan pajak.
- Diskusi dengan Pelaku Usaha: DJP telah melakukan diskusi dengan pengusaha ritel untuk membahas dampak tarif baru terhadap sistem mereka.
- Masa Transisi Tiga Bulan: DJP menyediakan masa transisi selama tiga bulan bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan sistem mereka dengan tarif PPN 12 persen.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Perpajakan, Yon Arsal, juga mengkonfirmasi bahwa pengembalian untuk kelebihan pemungutan akan tetap dilakukan. Ia menegaskan bahwa hak wajib pajak tidak akan berkurang dan selisih tarif yang seharusnya diterapkan akan dikembalikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kenaikan PPN 12 persen tidak berlaku untuk semua barang dan jasa. Kenaikan ini hanya berlaku bagi barang dan jasa mewah yang selama ini dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), seperti jet pribadi, kapal pesiar, dan rumah sangat mewah. Menurutnya, kebijakan ini diambil untuk menjaga daya beli masyarakat dan menciptakan keadilan di dalam perekonomian.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak ini diharapkan dapat berkontribusi pada kesejahteraan wajib pajak, terutama pelaku usaha yang terpaksa menyesuaikan sistem mereka lebih cepat akibat perubahan tarif. Dengan adanya peraturan dan masa transisi ini, diharapkan para pemangku kepentingan dapat lebih siap beradaptasi dengan kebijakan baru tanpa beban ekstra. Kemanapun arah kebijakan ini, komitmen pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat tetap menjadi prioritas utama.