Bisnis

Subsidi Langsung: Solusi Efektif Dibanding Pembatasan Akses LPG 3 Kg

Pemerintah tengah memikirkan ulang kebijakan distribusi LPG 3 kilogram (kg) yang dinilai kurang efektif. Ekonom dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), Achmad Nur Hidayat, mengusulkan opsi subsidi langsung sebagai alternatif yang lebih tepat daripada membatasi akses distribusi. Menurutnya, keputusan membatasi distribusi LPG 3 kg hanya sampai pangkalan dapat menambah beban ekonomi rakyat kecil, menciptakan ketidaknyamanan dan potensi inflasi.

Achmad menjelaskan, sebelumnya masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan LPG di warung-warung kecil yang dekat dengan rumah. Namun, dengan adanya kebijakan baru, mereka diharuskan menempuh jarak lebih jauh untuk mendapatkan pasokan gas. Hal ini berpotensi meningkatkan biaya logistik yang pada gilirannya dapat memengaruhi inflasi di tingkat nasional. Kondisi ini akan memberi dampak langsung pada pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), di mana tambahan biaya tersebut kemungkinan besar akan dibebankan kepada harga jual produk dan jasa.

Berikut adalah beberapa poin penting terkait dampak dari kebijakan pembatasan akses LPG 3 kg:

  1. Kendala Akses: Masyarakat kecil akan kesulitan mendapatkan LPG, yang selama ini menjadi sumber energi penting dalam rumah tangga mereka.

  2. Kenaikan Ongkos Logistik: Jarak yang lebih jauh untuk membeli LPG berarti masyarakat harus mengeluarkan biaya transportasi tambahan, yang bisa memberikan dampak negatif pada daya beli mereka.

  3. Inflasi: Biaya operasional pelaku usaha yang meningkat akan berkontribusi terhadap inflasi, memperlemah daya beli masyarakat menengah ke bawah.

  4. Risiko Monopoli Harga: Pembatasan akses pangan akan berpotensi menciptakan monopoli harga, di mana pangkalan resmi dapat mengatur harga secara sepihak jika permintaan melebihi pasokan.

  5. Pelonggaran Fleksibilitas: Masyarakat yang selama ini mengandalkan pengecer untuk mendapatkan LPG bersubsidi akan kehilangan kemudahan tersebut.

Dalam konteks ini, Achmad menegaskan bahwa skema subsidi langsung bisa menjadi solusi yang lebih efektif. Subsidi langsung memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk membeli LPG dengan harga yang lebih terjangkau tanpa harus bergantung pada jalur distribusi yang rumit. Implementasi sistem distribusi berbasis data atau kartu subsidi yang transparan dapat menjadi langkah yang tepat untuk memastikan bahwa hanya masyarakat yang berhak yang mendapatkan akses.

Lebih lanjut, perluasan jangkauan pangkalan resmi juga harus menjadi prioritas. Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam mengakses LPG, terutama di daerah-daerah yang jauh dari pangkalan resmi. Pendekatan ini bukan hanya untuk mempermudah akses, tetapi juga untuk memastikan ketepatan sasaran dalam penyaluran subsidi tanpa menambah beban bagi masyarakat kecil.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri merencanakan transformasi pengecer LPG 3 kg menjadi pangkalan resmi mulai 1 Februari 2025. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk memastikan harga LPG 3 kg tetap dalam batas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah daerah.

Dengan mempertimbangkan masukan dari para ekonom dan situasi lapangan, pemerintah diharapkan mampu menyusun kebijakan yang lebih adil dan mendukung, sehingga masyarakat kecil tetap dapat mengakses energi dengan mudah dan terjangkau.

Siti Aisyah adalah penulis di situs cungmedia.com. Cung Media adalah portal berita dan media online yang menyajikan informasi terkini, menarik, dan viral seputar peristiwa lokal hingga nasional dengan gaya yang informatif dan mudah diakses.

Berita Terkait

Back to top button