Menteri Perdagangan Budi Santoso baru-baru ini meresmikan pelepasan ekspor sebanyak 1.200 metrik ton balok las (welded beam) ke Selandia Baru, dengan nilai mencapai sekitar Rp 24,46 miliar atau setara dengan US$1,5 juta. Kegiatan ini diadakan di Cikarang Barat, Bekasi, pada Rabu, 15 Januari 2025. Menurut Budi, ekspor tersebut menunjukkan kapasitas Indonesia sebagai negara eksportir baja nomor tujuh di dunia.
Dalam pernyataannya, Budi menegaskan bahwa ekspor GGRP juga berkontribusi pada total kinerja ekspor Indonesia ke Selandia Baru yang secara keseluruhan mencapai sekitar US$10,9 juta. Hal ini diungkapkan Budi sebagai langkah positif untuk memperkuat posisi Indonesia dalam pasar global, terutama dalam industri baja.
Namun, di balik pencapaian ekspor, Budi mengakui adanya tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah ketergantungan Indonesia terhadap impornya baja. Ia menyampaikan bahwa kebutuhan baja domestik hingga saat ini masih tetap memerlukan suplai dari luar negeri, dengan estimasi kebutuhan mencapai 4 juta ton per tahun. "Walaupun di dalam negeri kita masih butuh 4 juta ton baja, kita tetap berupaya untuk memenuhi permintaan ekspor jika ada pasar besar dari luar negeri," ujar Budi.
Langkah ekspor ini juga sejalan dengan strategi Kemendag untuk meningkatkan kinerja ekspor produk non-migas pada tahun 2025. Budi mengungkapkan target pertumbuhan sebesar 7,1 persen, meskipun realisasi tahun sebelumnya mencapai 2,35 persen. "Kita tidak hanya sekadar menargetkan angka, tetapi juga merancang program-program yang mendukung pencapaian tersebut," lanjutnya.
Pelepasan ekspor ini tidak hanya menjadi momentum bagi industri baja Indonesia, tetapi juga mencerminkan kemampuan Indonesia dalam bersaing di pasar global. Untuk lebih memahami momentum ini, berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi perhatian:
Nilai Ekspor: Pelepasan ekspor mencapai Rp 24,46 miliar mencerminkan kontribusi besar dari sektor industri baja Indonesia.
Kapasitas Ekspor: Indonesia menduduki peringkat tujuh sebagai negara eksportir baja terbesar di dunia.
Ketergantungan Impor: Meski menjadi eksportir, Indonesia masih bergantung pada impor baja untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Target Pertumbuhan: Kemendag menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 7,1 persen dengan berbagai program untuk mencapainya.
- Universitas Ekonomi: Aktivitas ekspor ini berkontribusi positif bagi neraca perdagangan Indonesia, yang telah mencatat surplus selama 56 bulan berturut-turut.
Melihat kondisi ini, ke depan, Budi Santoso dan pihak-pihak terkait perlu menjaga keseimbangan antara peningkatan sektor ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Kesejahteraan industri baja di Indonesia sangat menentukan tidak hanya bagi pelaku usaha, tetapi juga bagi pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.