Efisiensi anggaran yang diinstruksikan oleh Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengundang perhatian, terutama terkait potensi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Beberapa analis menyatakan bahwa langkah ini dapat berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi, terutama di daerah-daerah yang sangat bergantung pada Transfer ke Daerah (TKD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Reyhan Noor, Analis Utama Ekonomi Politik dari Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45), menjelaskan bahwa ada tiga mata anggaran yang akan dialokasikan ulang. Ketiga mata anggaran ini, termasuk dana desa, dana alokasi khusus fisik, dan kurang bayar dana bagi hasil, dinilai memiliki dampak signifikan terhadap kapasitas fiskal daerah. “Ini dapat mengganggu kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan pembangunan dan pelayanan publik,” ungkap Reyhan saat dihubungi pada Rabu (29/1).
Presiden Prabowo telah mengeluarkan instruksi untuk melakukan penghematan belanja sebesar Rp306,695 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp256,10 triliun berasal dari belanja kementerian/lembaga (K/L) dan Rp50,595 triliun dari TKD. Instruksi ini tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Negara yang ditandatangani pada 22 Januari 2025.
Efisiensi anggaran diharapkan dapat memberikan tambahan ruang fiskal hingga 9,96% dari total belanja APBN 2025. Menurut Reyhan, penghematan ini akan dialokasikan pada program atau kegiatan yang dianggap prioritas oleh pemerintah. "Namun, agar penghematan ini tidak justru berdampak negatif pada ekonomi, pemerintah perlu waspada dan melakukan seleksi dalam memberikan insentif pajak," katanya.
Reyhan juga menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap efektivitas pemberian kebijakan pajak ditanggung pemerintah. "Banyak insentif seperti tax holiday dan allowance perlu ditinjau ulang untuk memastikan bahwa manfaatnya benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat dan perekonomian," tandasnya.
Untuk lebih memahami dampak dari efisiensi anggaran ini, berikut adalah beberapa aspek penting yang perlu dicatat:
Ketergantungan Regional: Daerah dengan ketergantungan tinggi terhadap TKD berpotensi besar merasakan dampak negatif dari penghematan ini.
Realokasi Anggaran: Reprioritisasi pengeluaran bisa mengganggu program-program pembangunan yang selama ini krusial bagi masyarakat.
Penghematan Belanja: Penghematan belanja yang dilakukan pemerintah berasal dari dua sumber utama, yaitu belanja K/L dan TKD, yang keduanya sangat berpengaruh terhadap sirkulasi uang di daerah.
Kapasitas Fiskal Daerah: Masalah yang ditimbulkan dari pengalihan dana ini dapat mempengaruhi kemampuan daerah dalam memberikan layanan publik serta merangsang pertumbuhan ekonomi lokal.
- Insentif Pajak: Dalam konteks penghematan anggaran, pemberian insentif pajak yang efektif dan tepat sasaran menjadi penting untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Keberadaan kebijakan efisiensi anggaran yang mengarah pada penghematan besar-besaran ini tentu memerlukan pemantauan dan strategi yang matang agar dampak negatif kepada pertumbuhan ekonomi dapat diminimalkan. Dengan demikian, langkah pemerintah dalam mengelola anggaran benar-benar dapat mencapai tujuan tanpa mengorbankan potensi perekonomian yang telah dibangun, khususnya di daerah.