Presiden Donald Trump baru-baru ini menekankan pentingnya penurunan harga minyak oleh Arab Saudi dan negara-negara OPEC lainnya sebagai langkah untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Dalam pidatonya di World Economic Forum yang berlangsung di Davos, Trump menyatakan kekhawatirannya bahwa harga minyak yang tinggi akan terus membiayai konflik di Moskow. Belliau juga mengungkapkan keheranannya bahwa OPEC belum melakukan langkah penurunan harga minyak menjelang pemilu mendatang.
Menurut Trump, penurunan harga minyak memiliki potensi untuk menyudahi perang yang sedang berlangsung. “Kalian harus menurunkan harga minyak, itu akan mengakhiri perang itu. Kalian bisa mengakhiri perang itu,” ujarnya dengan tegas. Pernyataan ini datang setelah percakapan antara Trump dan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Dalam percakapan tersebut, bin Salman berjanji untuk menginvestasikan sebesar US$600 miliar di AS dalam waktu empat tahun ke depan.
Dalam konteks ini, tindakan Trump untuk meminta putra mahkota agar meningkatkan investasi menjadi sekitar US$1 triliun menunjukkan keseriusannya dalam menjalin hubungan baik antara AS dan Arab Saudi. Sebagai respon terhadap pernyataan tersebut, harga minyak mentah terlihat turun 1%. Hal ini menunjukkan dampak langsung dari pernyataan Trump terhadap pasar minyak global, terutama menjelang ketegangan yang meningkat akibat perang.
Beberapa analis, seperti David Oxley dari Capital Economics, melihat bahwa langkah ini merupakan strategi Trump untuk mendorong harga bensin yang lebih rendah di dalam negeri. “Ini adalah niat jelasnya untuk menggunakan energi sebagai pengaruh terhadap Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina,” kata Oxley. Namun, ia juga menyoroti bahwa penurunan harga minyak bukan berarti produsen minyak AS akan meningkatkan produksi, terutama dari lokasi yang memiliki biaya tinggi seperti Alaska.
Sementara itu, dampak dari pidato Trump di World Economic Forum tidak hanya berkisar pada sektor energi. Trump juga menekankan kepada perusahaan global bahwa mereka harus memproduksi barang mereka di Amerika Serikat, atau berhadapan dengan tarif berat terhadap barang impor. Hal ini mencerminkan kebijakan proteksionisme yang selama ini menjadi ciri khas kepemimpinannya, yang diharapkan bisa meningkatkan daya saing produk domestik.
Meski ada respon campur-aduk dari audiens yang hadir di acara tersebut, ada sorotan positif dari beberapa eksekutif yang menilai bahwa pidato Trump cukup kuat dan menarik. Namun, tetap ada kekhawatiran dari beberapa pihak mengenai dampak kebijakan ini bagi ekonomi global.
Pemerhati ekonomi mengamati bahwa Trump juga menginginkan penurunan suku bunga, yang menurutnya merupakan salah satu penyebab terjadinya defisit dan tantangan ekonomi di bawah pemerintahan Joe Biden. Dalam konteks energi, Trump mengklaim perlunya pengembangan pembangkit listrik baru, termasuk potensi pemanfaatan batu bara yang bersih untuk mendukung kebutuhan energi, terutama dengan perkembangan kecerdasan buatan di AS.
Melihat setiap pernyataan dan tindakan Trump, jelas bahwa langkahnya dalam mendesak Arab Saudi dan OPEC berfokus pada stabilisasi harga minyak demi kesejahteraan ekonomi domestik, sambil berusaha mengakhiri konflik yang berkepanjangan di Eropa. Keterlibatan langsung presiden dengan pemimpin dunia dan pelaku pasar menunjukkan bahwa dinamika geopolitik akan terus berkaitan erat dengan kebijakan energi di masa mendatang.